Post on 28-Jul-2020
transcript
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 92
ISSN 2580-2801
JUS TEKNO Jurnal Sains & Teknologi
PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA
PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL PLASTIK SEBAGAI
MEDIA PENGUJIAN
Eko Kiswoyo
Program Studi Teknik Mesin
Sekolah Tinggi Teknologi Duta Bangsa
ABSTRAK
Uji flammability adalah pengujian suatu material/bahan untuk mengetahui tingkat kemudahan terbakar
(flammable). Pengujian ini merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kelayakan suatu
material/bahan agar aman untuk digunakan. Uji flammability ini dilakukan dengan melakukan test /
percobaan material plastik dengan dibakar dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan standart
yang digunakan. Sehingga dapat diketahui tingkat kemudahan terbakar (flammable) dari material plastik
tersebut. Pada pengujian flammability sangat erat berkaitan dengan perpindahan panas. Tujuan dari
analisa ini adalah untuk mengetahui besaran laju perpindahan panas konduksi yang terjadi pada dinding
alat uji flammability tanpa isolasi dan dengan isolasi (rockwool) dan energi kalor yang di hasilkan dalam
ruang uji. Dari data yang diperoleh, pada alat uji flammability dengan tebal dinding (besi) 3mm dan tebal
isolasi rockwool 30 mm dengan suhu di dalam dinding 70ᵒC, diluar dinding 63ᵒC dan suhu lingkungan 30ᵒC
didapatkan perhitungan laju perpindahan panas konduksi pada dinding besi ruang uji tanpa isolasi
masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt, Permukaan 2 sebesar
11.838,17 Watt, Permukaan 3 sebesar 21.892,5 Watt, Permukaan 4 sebesar 11.838,17 Watt, Permukaan 5
sebesar 12.649 Watt. Dan perhitungan perpindahan panas konduksi pada dinding ruang uji dengan isolasi
( rockwool ) masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 3
sebesar 6,84 Watt, Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt, Permukaan 6 sebesar
3,95 Watt dan perhitungan energi kalor yang dihasilkan di dalam ruang uji sebesar 1149,73 Joule.
Kata kunci : flammability, perpindahan panas konduksi, energi kalor.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Uji flammability adalah pengujian suatu
material/bahan untuk mudah terbakar /
menyala. Pengujian ini merupakan hal yang
sangat penting untuk menentukan
kelayakan suatu material/bahan agar aman
untuk digunakan. Pada pengujian
flammability sangat erat berkaitan dengan
perpindahan panas maka dari itu penulis
menjadikan topik perpindahan panas ini
sebagai topik yang akan dibahas dalam
penyusunan penelitian ini.
Perpindahan panas dari suatu zat ke zat
lain seringkali terjadi dalam proses industri.
Pada kebanyakan proses diperlukan
pemasukan atau pengeluaran panas untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan
yang dibutuhkan sewaktu proses
berlangsung. Kondisi pertama yaitu
mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk
pemrosesan, terjadi umpamanya bila
pengerjaan harus berlangsung pada suhu
tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan
jalan pemasukan atau pengeluaran kalor.
Kondisi kedua yaitu mempertahankan
keadaan yang dibutuhkan untuk operasi
proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm
dan endoterm. Secara umum perpindahan
panas merupakan berpindahnya energi
panas dari satu daerah ke daerah lainnya
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 93
sebagai akibat dari perbedaan suhu diantara
kedua daerah tersebut.
Secara umum ada tiga cara perpindahan
panas yang berbeda yaitu: konduksi,
radiasi dan konveksi. Jika kita berbicara
secara tepat, maka hanya konduksi dan
radiasi dapat digolongkan sebagai proses
perpindahan panas, karena hanya kedua
mekanisme ini yang tergantung pada beda
suhu. Sedangkan konveksi tidak secara
tepat memenuhi definisi perpindahan
panas, karena untuk perpindahannya
bergantung pada transport massa mekanik.
Tetapi karena konveksi juga menghasilkan
perpindahan energi dari daerah yang
bersuhu lebih tinggi ke daerah yang lebih
rendah, maka istilah konveksi telah
diterima secara umum.
Joseph Fourier adalah salah seorang
yang mempelajari proses perpindahan
panas secara konduksi. Pada tahun 1822,
Joseph Fourier telah merumuskan
hukumnya yang berkenaan dengan
konduksi. Tinjauan terhadap peristiwa
konduktif dapat diambil dengan berbagai
macam cara. Pada prinsipnya berakar dari
hukum Fourier, mulai dari subjek yang
sederhana yaitu hanya sebatang logam
(composite bar). Banyak faktor yang
mempengaruhi peristiwa konduksi.
Diantaranya pengaruh luas penampang
yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh
permukaan kontak, pengaruh adanya
insulasi dan lain-lainnya. Faktor-faktor
tersebut nantinya akan sangat berpengaruh
pula pada saat kita melakukan perhitungan
dalam panas konduksi ini.
Pada percobaan ini kita akan membahas
perpindahan panas secara konduksi pada
alat uji flammability untuk material plastik
yang dijadikan sebagai objek yang
dianalisa. Mengingat peranan plastik yang
sangat signifikan dalam kehidupan manusia
tentunya sangat berbahaya sekali apabila
tidak dilakukan pengujian terhadap bahan
plastik tersebut. Baik pengujian terhadap
kekuatan , keuletan , keelastisan dan
flammability (ketahanan bakar).
Dalam kesempatan ini penulis akan
mengangkat topik tentang analisa
perpindahan panas pada alat uji
flammability untuk material yang
digunakan pada interior yang dipakai dalam
dunia otomotif yang mayoritas berbahan
dasar plastik.
Melihat betapa pentingnya pengujian
tersebut maka penulis akan membuat judul
“ANALISA PERPINDAHAN PANAS
KONDUKSI PADA ALAT UJI
FLAMMABILITY UNTUK MATERIAL
PLASTIK”.
Oleh karena itu penulis mencoba
menganalisa alat uji flammability material
plastik ini kedalam penelitian yang
merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mendapatkan
gelar Sarjana Teknik Mesin jurusan Teknik
Mesin di Sekolah Tinggi Teknologi Duta
Bangsa.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang yang
mendorong penulisan penelitian, maka ada
beberapa rumusan masalah yang muncul
sebagai pertanyaan pedoman agar sesuai
dengan apa yang penulis inginkan. Diantara
rumusan masalah tersebut adalah :
1. Berapa besar laju perpindahan panas
konduksi alat uji flammability tersebut.
2. Pengaruh bahan isolasi terhadap laju
perpindahan panas pada alat tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Hal – hal yang akan dilakukan pada
penulisan laporan ini dibatasi pada
masalah yang akan dibahas, yaitu:
1. Dalam perhitungan diasumsikan :
a. Kondisi stedy state.
b. Permukaan plat rata
c. Efek radiasi diabaikan.
d. Sumber panas yang digunakan
berbahan bakar LPG.
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 94
e. Temperatur dan kelembaban
udara di luar alat uji di anggap
konstan.
2. Penulis tidak membahas
karakteristik aliran udara yang
melalui material uji.
3. Penulis hanya membahas
perpindahan panas konduksi pada
dinding ruang uji secara umum.
4. Penulis tidak membahas rancangan
kontruksi alat, kontrol dan
konsumsi LPG.
1.4 Tujuan Analisa
Secara umum tujuan dari
diambilnya topik mengenai
“ANALISA PERPINDAHAN
PANAS KONDUKSI PADA ALAT
UJI FLAMMABILITY UNTUK
MATERIAL PLASTIK” yang akan
disusun pada penelitian ini adalah:
1. Mengetahui besaran laju
perpindahan panas yang terjadi
pada dinding alat uji flammability
tanpa isolasi dan dengan isolasi.
2. Untuk mengetahui energi kalor
yang dihasilkan pada ruang uji
flammability.
1.5 Manfaat Penelitian
Secara teknis :.
Memahami perhitungan dan
perpindahan panas konduksi pada alat
uji flammability.
Secara ekonomis :
Diharapkan dengan adanya bahan
isolasi dapat mengurangi kerugian
panas yang hilang (heat lose) sehingga
dapat mengurangi konsumsi bahan
bakar.
2. Landasan teori
2.1 Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi,
jika suatu zat melepas atau menerima kalor,
maka ada dua kemungkinan yang terjadi.
Yang pertama adalah terjadinya perubahan
temperatur dari zat tersebut. Kalor yang
seperti ini disebut kalor sensibel (sensible
heat). Dan yang kedua terjadi perubahan
fasa zat, kalor seperti ini disebut kalor laten
(laten heat).
2.1.1 Kalor sensibel (Sensible Heat)
Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, apabila suatu zat menerima
kalor sensibel maka akan mengalami
peningkatan temperatur, namun jika zat
tersebut melepas kalor sensibel maka
mengalami penurunan temperatur.
Persamaan kalor sensibel sebagai
berikut :
..... ............(2.1)
Dimana :
Q = Besaran energi kalor (joule)
m = massa (kg)
cp = Kalor jenis (Joule / kg°C)
ΔT = Perubahan suhu (°C)
2.1.1 Kalor Laten (Latent Heat)
Jika suatu zat melepas atau menerima
kalor, pada awalnya akan terjadi perubahan
temperatur, namun demikian hal tersebut
suatu saat akan mencapai keadaan jenuhnya
dan menyebabkan perubahan fase. Kalor
yang demikian itu disebut kalor laten. Pada
suatu zat terdapat dua macam kalor laten,
yaitu kalor laten peleburan atau pembekuan
dan kalor laten penguapan atau
pengembunan. Kalor laten suatu zat
biasanya lebih besar dari kalor sensibelnya,
hal ini karena diperlukan energi yang besar
untuk merubah fase suatu zat.
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 95
Gambar 2.1 Energi Refrigeration
and air-conditioning
Secara umum kalor laten yang
digunakan untuk merubah fase suatu zat
dirumuskan dengan :
Q = m . h1..........................................(2.2)
Dimana :
Q = Energi yang diterima atau dilepas suatu
zat (Joule)
h1= Kalor laten (Kj/kg)
Hubungan antara energi kalor dengan
laju perpindahan kalor yang terjadi adalah
sebagai berikut :
..............................(2.3)
Dimana :
Q = Energi yang diterima atau dilepas
suatu zat (Joule)
q = Laju perpindahan kalor (Watt)
= Waktu yang dibutuhkan untuk
memindahkan energi kalor (s)
2.2 Perpindahan Kalor ( J.P.Holman,
1994:1 )
Perpindahan kalor (heat transfer) ialah
ilmu untuk meramalkan perpindahan energi
yang terjadi karena adanya perbedaan suhu
di antara benda atau material. Dari
termodinamika telah kita ketahui bahwa
energi yang pindah itu dinamakan kalor
atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor
tidak hanya mencoba menjelaskan
bagaimana energi kalor itu berpindah dari
suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat
meramalkan laju perpindahan yang terjadi
pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan di
sini yang menjadi sasaran analisis ialah
masalah laju perpindahan, inilah yang
membedakan ilmu perpindahan kalor dari
ilmu termodinamika.Termodinamika
membahas sistem dalam keseimbangan,
ilmu ini dapat digunakan untuk meramal
energi yang diperlukan untuk mengubah
sistem dari suatu keadaan seimbang ke
keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat
meramalkan kecepatan perpindahan itu.
Hal ini disebabkan karena pada waktu
proses perpindahan itu berlangsung, sistem
tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu
perpindahan kalor melengkapi hukum
pertama dan kedua termodinamika, yaitu
dengan memberikan beberapa kaidah
percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk
menentukan perpindahan energi.
Sebagaimana juga dalam ilmu
termodinamika, kaidah-kaidah percobaan
yang digunakan dalam masalah
perpindahan kalor cukup sederhana, dan
dapat dengan mudah dikembangkan
sehingga mencakup berbagai ragam situasi
praktis. (Holman,1983)
2.2.1 Perpindahan panas secara
konduksi ( J.P.Holman, 1994:1 )
Perpindahan kalor secara konduksi
adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah yang
bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu medium
(padat, cair atau gas) atau antara medium-
medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung sehingga
terjadi pertukaran energi dan momentum.
Gambar 2.2 Distribusi suhu untuk
konduksi keadaan stedi
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 96
Laju perpindahan panas yang terjadi
pada perpindahan panas konduksi adalah
berbanding dengan gradien suhu normal
sesuai dengan persamaan berikut.
Persamaan Dasar Konduksi :
.....................................(2.4)
Keterangan :
= Laju Perpindahan Panas ( W ).
= Konduktifitas Termal (W/m.°C).
= Luas Penampang (m²).
= Perbedaan Temperatur ( °C ).
= Perbedaan Jarak (m).
ΔT = Perubahan Suhu (°C ).
dT/dx = gradient temperatur kearah
perpindahan kalor.
Konstanta positif ”k” disebut
konduktifitas atau kehantaran termal benda
itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar
memenuhi hukum kedua termodinamika,
yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang
lebih rendah dalam skala temperatur. (J.P.
Holman, hal: 2)
Hubungan dasar aliran panas melalui
konduksi adalah perbandingan antara laju
aliran panas yang melintas permukaan
isothermal dan gradient yang terdapat pada
permukaan tersebut berlaku pada setiap
titik dalam suatu benda pada setiap titik
dalam suatu benda pada setiap waktu yang
dikenal dengan hukum fourier.
Gambar 2.3 Sketsa yang melukiskan
perjanjian
tentang tanda untuk aliran panas konduksi
Persamaan (4) merupakan persamaan
dasar tentang konduktivitas termal.
Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah
dilaksanakan pengukuran dalam percobaan
untuk menentukan konduktivitas termal
berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu
agak rendah, pengolahan analitis teori
kinetik gas dapat dipergunakan untuk
meramalkan secara teliti nilai-nilai yang
diamati dalam percobaan.
Mekanisme konduksi termal pada gas
cukup sederhana. Energi kinetik molekul
ditunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian
bersuhu tinggi molekul-molekul
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi
daripada yang berada pada bagian bersuhu
rendah. Molekul-molekul itu selalu berada
dalam gerakan rambang atau acak, saling
bertumbukkan satu sama lain, di mana
terjadi pertukaran energi dan momentum.
Jika suatu molekul bergerak dari daerah
bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah,
maka molekul itu mengangkut energi
kinetik ke bagian sistem yang suhunya
lebih rendah, dan di sini menyerahkan
energinya pada waktu bertumbukkan
dengan molekul yang energinya lebih
rendah. Nilai konduktivitas termal itu
menunjukkan berapa cepat kalor mengalir
dalam bahan tertentu.
Energi termal dihantarkan dalam zat
padat menurut salah satu dari dua modus,
melalui getaran kisi (lattice vibration) atau
dengan angkutan melalui elektron bebas.
Dalam konduktor listrik yang baik, dimana
terdapat elektron bebas yang bergerak di
dalam struktur kisi bahan-bahan, maka
elektron, di samping dapat mengangkut
muatan listrik, dapat pula membawa energi
termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah
bersuhu rendah, sebagaimana halnya dalam
gas. Energi dapat pula berpindah sebagai
energi getaran dalam struktur kisi bahan.
Namun, pada umumnya perpindahan energi
melalui getaran ini tidaklah sebanyak
dengan cara angkutan elektron. Karena itu
penghantar listrik yang baik selalu
merupakan penghantar kalor yang baik
pula, seperti halnya tembaga, aluminium
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 97
dan perak. Sebaliknya isolator listrik yang
baik merupakan isolator kalor. (Holman,
1994)
Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan
menunjukkan laju perpindahan panas yang
mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas
thermal kebanyakan bahan merupakan
fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau
suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan
sering kali diabaikan. Jika nilai
konduktivitas thermal suatu bahan makin
besar, maka makin besar juga panas yang
mengalir melalui benda tersebut. Karena
itu, bahan yang harga k-nya besar adalah
penghantar panas yang baik, sedangkan bila
k-nya kecil bahan itu kurang menghantar
atau merupakan isolator.
Tabel 2.1 Nilai konduktivitas bahan
(J.P.Holman, 1994)
Perpindahan panas pada suatu dinding
datar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1, dapat diturunkan dengan
menerapkan Persamaan 2.1.
Gambar 2.4. Konduksi pada bidang datar
Jika Persamaan 2.4 diintegrasikan :
ʃ dx = - k A dx
Maka akan diperoleh :
QΔx = – k A ΔT
Q = –2 – T1 )......................(2.5)
Dimana :
T1 = Suhu Dinding Sebelah Kiri (0C)
T2 = Suhu Dinding Sebelah Kanan (0C)
Δx = Tebal Dinding (m)
Apabila pada suatu sistem terdapat lebih
dari satu macam bahan, misalnya dinding
berlapis-lapis (gambar 2.5), maka aliran
kalor dapat digambarkan sebagai berikut : Q = –2 – T1 ) = –3 – T2 ) = –4 – T3 )(2.6)
Gambar 2.5. Konduksi pada dinding
berlapis(Lebih dari satu bahan)
Perak 410 Kuarsa 41,6
Tembaga 385 Magnesit 4,15
Aluminium 202 Marmar 2,08 – 2,94
Nikel 93 Batu pasir 1,83
Besi 73 Kaca, jendela 0,78
Baja karbon 43 Kayu 0,08
Timbal 35 Serbuk gergaji 0,059
Baja krom-
nikel16,3 Wol kaca 0,038
Emas 314 Karet 0,2
Polystyrene 0,157
Polyethylene 0,33
Polypropylene 0,16
Polyvinyl
Chlorida0,09
Kertas 0,166
Zat cair Gas
Air raksa 8,21 Hidrogen 0,175
Air 0,556 Helium 0,141
Amonia 0,54 Udara 0,024
Minyak lumas
SAE 500,147 Uap air (jenuh) 0,0206
Freon 12 0,073 Karbondioksida 0,0146
k (W/m.C) k (W/m.C)Bahan LogamBahan Non
Logam
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 98
Persamaan 2.5 mirip dengan Hukum
Ohm dalam aliran listrik. Dengan demikian
perpindahan panas dapat dianalogikan
dengan aliran arus listrik seperti pada
gambar 2.6
Gambar 2.6 Analogi perpindahan panas
dalam aliran listrik
Menurut analogi di atas perpindahan panas
sama dengan :
=
Jadi persamaan 2.6 dipecahkan serentak,
maka aliran panas adalah :
= ...............................(2.7)
Sehingga persamaan Fourier dapat
dituliskan sebagai berikut.
aliran panas =
Seperti terlihat, hubungan di atas sangat
serupa dengan hukum ohm dalam
rangkaian listrik. Dalam persamaan (2.4),
tahanan termal (thermal resistance) ialah ,
dan dalam persamaan (2.6) tahanannya
ialah jumlah ketiga suku dalam pembagi
(denominator). Hal ini memang sesuai
dengan yang diharapkan dari persamaan
(2.6), karena ketiga dinding berjejer itu
bertindak sebagai tahanan dalam susunan
seri. Rangkaian listrik yang sebanding ialah
seperti terlihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Perpindahan kalor satu
dimensi seri dan pararel melalui dinding
komposit dan analogi listriknya.
2.2.2 Perpindahan panas secara
konveksi ( J.P.Holman, 1994:1 )
Konveksi adalah perpindahan panas
karena adanya gerakan/ aliran/
pencampuran dari bagian panas ke bagian
yang dingin. Contohnya adalah kehilangan
panas dari radiator mobil, pendinginan dari
secangkir kopi dll. Menurut cara
menggerakkan alirannya, perpindahan
panas konveksi diklasifikasikan menjadi
dua, yakni konveksi bebas (free convection)
dan konveksi paksa (forced convection).
Bila gerakan fluida disebabkan karena
adanya perbedaan kerapatan karena
perbedaan suhu, maka perpindahan
panasnya disebut sebagai konveksi bebas
(free / natural convection). Bila gerakan
fluida disebabkan oleh gaya pemaksa /
eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa
atau kipas yang menggerakkan fluida
sehingga fluida mengalir di atas
permukaan, maka perpindahan panasnya
disebut sebagai konveksi paksa (forced
convection).
Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi
(J.P.Holman, hal:. 252).
Proses pemanasan atau pendinginan
fluida yang mengalir didalam saluran
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 99
tertutup seperti pada gambar 2.2 merupakan
contoh proses perpindahan panas. Laju
perpindahan panas pada beda suhu tertentu
dapat dihitung dengan persamaan.
q=-hA(T_W-T_∞) ..............................(2.8)
Keterangan :
q = Laju Perpindahan Panas ( kj/det atau
W ).
h = Koefisien perpindahan Panas
Konveksi ( W / m2.oC ).
A = Luas Bidang Permukaan
Perpindahaan Panas ( m2 ).
Tw = Temperature Dinding ( °C ).
T_∞ = Temperature Sekeliling ( °C ).
Tanda minus ( - ) digunakan untuk
memenuhi hukum II
thermodinamika,sedangkan panas yang
dipindahkan selalu mempunyai tanda
positif ( + ).
Persamaan (2.8) mendefinisikan tahanan
panas terhadap konveksi. Koefisien pindah
panas permukaan h, bukanlah suatu sifat
zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju
pindah panas didaerah dekat pada
permukaan itu.
Gambar 2.9 Perpindahan panas konveksi
Perpindahan konveksi paksa dalam
kenyataanya sering dijumpai, karena dapat
meningkatkan efisiensi pemanasan maupun
pendinginan satu fluida dengan fluida yang
lain.
Banyak parameter yang mempengaruhi
perpindahan kalor konveksi di dalam
sebuah geometri khusus. Parameter-
parameter ini termasuk luas permukaan
(A), konduktivitas termal fluida (k),
biasanya kecepatan fluida (V), kerapatan ( ,
viskositas ( , panas jenis (Cp), dan kadang-
kadang faktor lain yang berhubungan
dengan cara-cara pemanasan (temperatur
dinding seragam atau temperatur dinding
berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan
padat akan bergantung juga pada
temperatur permukaan (Ts) dan temperatur
fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap bahwa
(ΔT = Ts – Tf) yang penting. Akan tetapi,
jika sifat-sifat fluida berubah dengan nyata
pada daerah pengkonveksi (convection
region), maka temperatur-temperatur
absolute Ts dan Tf dapat juga merupakan
faktor-faktor penting didalam korelasi.
Jelaslah bahwa dengan sedemikian banyak
variable-variabel penting,maka korelasi
spesifik akan sulit dipakai, dan sebagai
konsekuensinya maka korelasi-korelasi
biasanya disajikan dalam
pengelompokkan-pengelompokkan tak
berdimensi (dimensionless groupings) yang
mengizinkan representasi-representasi
yang jauh lebih sederhana. Juga faktor-
faktor dengan pengaruh yang kurang
penting, seperti variasi sifat fluida dan
distribusi temperatur dinding, seringkali
diabaikan untuk menyederhanakan
korelasi-korelasi tersebut. (Stoecker dan
Jones, 1982)
2.2.2.1 Konveksi alamiah (Natural
Convection)
Konveksi alamiah (natural convection)
atau konveksi bebas (free convection),
terjadi karena fluida yang karena proses
pemanasan berubah densitasnya
(kerapatannya) dan bergerak naik. Radiator
panas yang digunakan untuk memanaskan
ruang merupakan suatu contoh piranti
praktis yang memindahkan kalor dengan
konveksi bebas. Gerakan fluida dalam
konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun
zat cair terjadi karena gaya apung
(bouyancy force) yang dialaminya apabila
densitas fluida di dekat permukaan
perpindahan kalor berkurang sebagai akibat
proses pemanasan.
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 100
Gaya apung itu tidak akan terjadi
apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu
gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat),
walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya
medan gaya luar yang dapat menghasilkan
arus konveksi bebas. Fluida yang terkurung
dalam mesin rotasi mengalami medan gaya
sentrifugal, dan karena itu mengalami arus
konveksi bebas bila salah satu atau
beberapa permukaannya yang dalam
kontak dengan fluida itu dipanaskan.
(Holman, 1994)
Gambar 2.10 Aliran konveksi bebas di atas
plat rata vertikal
2.2.2.2 Konveksi paksa (Force
Convection)
Konveksi paksa adalah perpindahan
panas yang mana dialirannya tersebut
berasal dari luar, seperti dari blower atau
kran dan pompa. Konveksi paksa dalam
pipa merupakan persolaan perpindahan
konveksi untuk aliran dalam atau yang
disebut dengan internal flow. Adapun aliran
yang terjadi dalam pipa adalah fluida yang
dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga
lapisan batas tidak dapat berkembang
secara bebas seperti halnya pada aliran luar.
Sebagai gambaran adalah fenomena
perpindahan panas aliran di dalam pipa
yang dinyatakan sebagai:
Gambar 2.11 Perpindahan kalor
dinyatakandengan perpindahan suhu
limbak
2.2.3 Perpindahan kalor secara radiasi (
J.P.Holman, 1994:1 )
Perpindahan kalor radiasi adalah
perpindahan energi oleh penjalaran
(rambatan) foton yang tak terorganisir.
Setiap benda yang terus memancarkan
foton-foton secara serampangan di dalam
arah dan waktu, dan tenaga netto yang
dipindahkan oleh foton-foton ini
diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-
foton ini berada di dalam jangkauan
panjang gelombang 0,38 sampai 0,76 µm,
maka foton-foton tersebut mempengaruhi
mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak
(dapat dilihat). Bertentangan dengan itu,
maka setiap tenaga foton yang terorganisir,
seperti transmissi radio, dapat
diidentifikasikan secara mikroskopik dan
tak dipandang sebagai kalor. ( J.P.Holman,
1994 )
Pembahasan termodinamika
menunjukkan bahwa radiator (penyinar)
ideal, atau benda hitam (blackbody),
memancarkan energi dengan laju yang
sebanding dengan pangkat empat suhu
absolut benda itu dan berbanding langsung
dengan luas permukaan.
qpancaran = σ A T4............................(2.9)
Di mana σ adalah konstanta Stefan-
Boltzmann dengan nilai 5,669 x 10-8
W/m2.K4. Persamaan (9) disebut hukum
Stefan-Boltzmann tentang radiasi termal,
dan berlaku hanya untuk radiasi benda
hitam. ( J.P.Holman, 1994 )
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 101
2.3 Insulasi
Insulasi adalah bahan atau material
yang berfungsi untuk menjaga temperatur
pada sebuah ruangan agar relative tetap dan
tidak berubah. metode atau proses yang
digunakan untuk mengurangi laju
perpindahan panas/kalor dengan cara
konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika
terjadi perubahan wujud. Panas atau kalor
adalah transfer energi panas antara benda
dengan suhu yang berbeda. Sarana untuk
membendung aliran panas dapat direkayasa
melalui metode atau proses, serta benda-
benda statis dan bahan yang cocok. Aliran
panas adalah konsekuensi tak terelakkan
dari kontak benda dengan suhu yang
berbeda. Isolasi termal menyediakan sarana
untuk mempertahankan gradien suhu,
dengan menyediakan daerah isolasi di
mana aliran panas berkurang atau radiasi
termal tercermin dan bukan diserap. Sebuah
isolator termal membantu dalam menjaga
objek pada suhu konstan, tidak peduli panas
atau dingin. Ini biasanya bekerja dengan
dua proses, baik konduksi atau konveksi,
yang keduanya adalah metode perpindahan
panas.
Konduksi panas yang menghantarkan
panas pada materi melalui atom yang
bergerak. Jenis ini mengacu pada panas
yang dapat melakukan perjalanan melalui
sepotong logam padat. Konveksi, di sisi
lain, adalah panas internal yang dibawa
oleh materi yang bergerak. ini terjadi ketika
angin membawa panas dari tubuh
seseorang.
Mengenai insulasi termal, hanya
dibicarakan perpindahan panas secara
konduksi, konveksi, dan radiasi. Aliran
panas dapat dikendalikan dengan proses ini,
tergantung pada sifat material yang
dipergunakan. Bahan yang digunakan
untuk mengurangi laju perpindahan panas
itu disebut isolator atau insulator. Panas
dapat lolos meskipun ada upaya untuk
menutupinya, tetapi isolator mengurangi
panas yang lolos tersebut.
Isolasi termal dapat menjaga wilayah
tertutup seperti bangunan atau tubuh agar
terasa hangat lebih lama dari yang
sewajarnya, tetapi itu tidak mencegah hasil
akhirnya, yaitu masuknya dingin dan
keluarnya panas. Isolator juga dapat bekerja
sebaliknya, yaitu menjaga bagian dalam
suatu wadah terasa dingin lebih lama dari
biasanya. Insulator digunakan untuk
memperkecil perpindahan energi panas.
Kemampuan insulasi suatu bahan
diukur dengan konduktivitas termal (k).
Konduktivitas termal yang rendah setara
dengan kemampuan insulasi (resistansi
termal atau nilai R) yang tinggi. Dalam
teknik termal, sifat-sifat lain suatu bahan
insulator atau isolator adalah densitas (ρ)
dan kapasitas panas spesifik (c).
Bahan dengan konduktivitas termal (k)
rendah menurunkan laju aliran panas. Jika
nilai k lebih kecil, value, maka nilai
resistansi termal yang berkaitan (R) akan
lebih besar. Konduktivitas termal diukur
dengan satuan watt-per-meter per celcius
(W/m.°C) dilambangkan dengan k.
Semakin tebal bahan insulator, semakin
tinggi pula resistansi termal atau nilai R
bahan itu.
Untuk suatu tabung, resistansi termal
konvektif berbanding terbalik dengan luas
permukaan dan karenanya juga berbanding
terbalik dengan jari-jari (radius) tabung,
sedangkan resistansi termal kulit tabung
(lapisan insulasi) tergantung dari rasio jari-
jari luar dan dalam, bukan pada jari-jari itu
sendiri. Misalnya jari-jari luar tabung
dilipat gandakan dengan menambah lapisan
insulator, berarti ditambahkan sejumlah
tertentu resistansi konduktif (sama dengan
ln(2)/(2πkL)) tetapi pada saat yang sama
resistansi konvektif dikurangi setengahnya.
Karena resistansi konvektif cenderung
mendekati nilai tak terhingga jika jari-jari
mendekati nol, maka pada jari-jari yang
kecil, penurunan resistansi konventif akan
lebih besar daripada penambahan resistansi
konduktif, sehingga menghasilkan total
resistansi yang lebih rendah.
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 102
Dengan demikian tersirat bahwa ada
nilai jari-jari kritikal (r kritis / radius kritis)
dimana transfer kalor mencapai
maksimum. Di atas jari-jari kritikal ini,
penambahan insulasi menurunkan transfer
kalor.
Persamaan ini menunjukkan bahwa jari-
jari kritikal tergantung hanya pada
koefisien transfer panas dan konduktivitas
termal dari insulasi. Jika jari-jari tabung
yang tidak terinsulasi lebih besar dari jari-
jari kritikal insulator, penambahan insulator
dalam jumlah apapun akan menurutnkan
transfer panas.
Aliran panas dapat dikurangi dengan
menangani satu atau lebih dari tiga
mekanisme transfer panas (perpindahan
kalor) dan tergantung pada sifat fisik bahan
yang digunakan untuk melakukan hal ini.
Insulasi panas/ termal pada ruangan
merupakan faktor penting untuk mencapai
kenyamanan termal untuk penghuninya.
Insulasi mengurangi hilangnya panas yang
tidak diinginkan atau bisa juga
menambahkannya (panas). Insulasi dapat
mengurangi kebutuhan energi dari sistem
pemanas dan pendingin.
Bahan/material insulasi tidak padat
seperti bahan bangunan lainnya yang
merupakan konduktor. Material ini
memiliki jutaan kantong udara kecil di
dalam serat atau gelembung dalam insulasi
busa plastik. Serat dan gelembung kecil ini
membantu untuk memperlambat proses
transmisi panas.
Keuntungan
Insulasi membantu untuk:
1. Mengurangi penggunaan sistem
pemanas dan pendingin
2. Menghemat biaya
3. Meningkatkan kenyamanan penghuni
4. Mengurangi kebisingan.
5. Memperlambat dan mencegah
kebocoran udara dan transmisi uap air.
6. Membantu meningkatkan ketahanan
bangunan terhadap api (fireproof).
Ada dua jenis utama insulasi:
1. Insulasi Curah/ Bulk
Biasanya berupa gulungan atau papan
bertindak sebagai penghalang untuk aliran
panas, menjaga panas yang tidak
diinginkan dalam atau di luar rumah. Hal
ini dapat dibuat dari bahan-bahan seperti
poliester, wol atau kertas daur ulang.
2. insulasi reflektif
Membantu menjaga kesejukan rumah
di musim panas dengan membelokkan
radiasi panas. Ini biasanya diaplikasikan
bersama aluminium foil yang dilaminasi ke
kertas atau plastik dan tersedia dalam
bentuk lembaran dan bantalan disebut juga
healhtywool.
Contoh bahan peredam panas (isolasi yang
baik) adalah :
1. Glasswool
Glasswool adalah bahan peredam suara
yang berbahan dasar serat kaca. Ciri-ciri
Glasswool seperti selimut tebal berwarna
kuning. Glasswool dijual eceran dalam
bentuk lembaran dan dalam kuantitas besar
dalam bentuk roll. Glasswool memiliki
ketebalan 25mm – 50mm dengan densitas
permukaan mulai dari 25g/m2 sampai
dengan 75g/m2.
Ada dua jenis glasswool yang dijual di
Indonesia, yaitu glasswool tanpa brand dan
glasswool branded. Di pasaran Indonesia,
yang banyak di jual adalah glasswool tanpa
brand yang tidak memiliki sertifikasi
keamanan api maupun keamanan bagi
lingkungan. Glasswool lokal biasanya
dipakai di proyek dengan anggaran tidak
terlalu tinggi karena harganya yang cukup
ekonomis.
Pada saat pengaplikasiannya, glasswool
sering kali rontok dan menempel di kulit
sehingga menyebabkan kulit gatal atau
perih seperti tertusuk jarum. Apabila serbuk
kaca tersebut tersedot masuk ke paru-paru,
akan melukai serabut paru-paru yang halus.
Serabut tersebut tidak bisa dikeluarkan
dengan cara apa pun juga.
Glasswool berfungsi meredam suara
dan dapat menginsulasi panas. Glasswool
juga bersifat menyerap uap air. Dalam
keadaan lembab, kemampuan meredam
suara glasswool menjadi berubah.
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 103
Glasswool yang lembab akan berjamur dan
beratnya menjadi 5 – 7x berat aslinya.
Kelembaban glasswool juga berdampak
pada umur yang mana glasswool akan
mudah menjadi lapuk dan hancur seperti
pasir.
Gambar 2.12 Bahan isolasi glasswool
2. Rockwool
Rockwool adalah bahan peredam suara
yang terbuat dari bahan dasar bebatuan.
Ciri-ciri rockwool seperti selimut tebal
berwarna abu-abu atau kuning. Rockwool
dijual eceran dalam bentuk lembaran dalam
kuantitas besar dalam bentuk roll atau
lembaran berkemasan plastik. Rockwool
memiliki ketebalan mulai dari 25mm –
100mm dengan densitas permukaan mulai
dari 30g/m2 sampai dengan 100g/m2.
Rockwool adalah produk serat mineral
ringan yang dirancang untuk meredam
suara dan isolasi terhadap panas. Terdapat
dua jenis rockwool di pasaran Indonesia,
yaitu rockwool tanpa brand dan rockwool
impor branded. Perbedaan harga antara
rockwool branded dan tidak branded cukup
jauh. Rockwool tidak branded memiliki
kualitas yang kurang baik untuk dipakai
pada proyek yang mensyaratkan keamanan
dan kesehatan. Bahan peredam suara ini
biasanya dipakai di proyek dengan
anggaran tidak terlalu tinggi karena
harganya yang tidak terlalu mahal.
Gambar 2.13 Bahan isolasi rockwool
3. METODOLOGI ANALISA
Berdasarkan masalah-masalah yang
telah dirumuskan sebelumnya maka
penelitian ini mengambil judul
“ANALISA PERPINDAHAN PANAS
KONDUKSI PADA ALAT UJI
FLAMMABILITY UNTUK
MATERIAL PLASTIK”dengan tujuan
mengetahui perpindahan panas yang
terjadi di dalam ruang uji tanpa lapisan
isolasi ( rockwool ) dan dengan isolasi (
rockwool ) dan jumlah energi kalor
pada alat uji tersebut.
3.1 Metodologi Analisa
Dalam metodologi analisa
perhitungan perpindahan panas
konduksi pada alat uji flammability
untuk material plastik ini ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan agar
dapat berjalan dengan lancar dan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
Maka dari itu penulis melakukan
dengan beberapa metode yaitu metode
observasi, metode literatur dan metode
wawancara.
3.1.1 Metode observasi
Metode observasi yaitu metode
dengan cara pengumpulan data di mana
penulis mengadakan pengamatan dan
pengujian secara langsung sehingga
akan memperjelas penulisan karena
dihadapkan langsung pada media yang
diamati.
3.1.2 Metode literatur
Metode literatur yaitu metode
pengumpulan data di mana penulis
membaca dan mempelajari bahan-
bahan yang berhubungan dengan objek
yang dianalisa.
3.1.3 Metode wawancara
Metode wawancara adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 104
keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan
muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan yang
dibutuhkan. Wawancara dapat dipakai
untuk melengkapi data yang diperoleh
melalui tes.
3.2 Diagram Alir (flow chart)
Agar lebih terarah dan terstuktur
dalam penyusunan penelitian ini
memerlukan diagram alir atau flow
chart maka penulis membuat urutan
proses sebagai berikut:
3.1 Gambar flow chart
Keterangan flow chart pada proses
analisa rancang bangun alat pengujian
flammability material plastik.
1. Mulai
Pada tahapan ini diadakan persiapan
untuk memulai analisa perhitungan
berdasarkan data aktual yang didapat
dari cara kerja alat. Tahapan ini di
pelajari latar belakang dan tujuan akhir
dari analisa perhitungan pada alat uji
ini.
2. Pengumpulan data
Penulis mencari data-data yang
diperlukan dengan melakukan
pengamatan langsung ataupun dengan
bertanya kepada pihak terkait untuk
menunjang analisa perpindahan panas
pada alat uji flammability untuk
material plastik.
3. Gambar Sketsa Alat uji
Pada tahapan ini penulis membuat
gambar sketsa alat uji berdasarkan
standar yang digunakan yang bertujuan
untuk mempermudah penulis
melakukan tahapan analisa selanjutnya.
4. Studi literatur
Studi literatur digunakan untuk
memahami dasar-dasar teori yang
berhubungan dengan analisa
perpindahan panas konduksi pada alat
uji. Sehingga diharapkan mampu
memberikan gambaran dalam analisa.
5. Analisa dan Perhitungan
Penulis melakukan analisa dan
perhitungan perpindahan panas
konduksi pada alat uji yang menjadi
tujuan utama di dalam penyusunan
penelitian ini
6. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa dan
perhitungan kemudian akan didapatkan
suatu kesimpulan yang bisa diambil
dengan berdasarkan atas data data yang
telah ada.
7. Selesai
Pada tahapan ini penulis telah
mendapatkan hasil analisa dan
perhitungan.
4. ANALISA DAN PERHITUNGAN
Untuk analisa dan perhitungan
perpindahan kalor alat pengujian
flammability material plastik ini
meliputi perhitungan volume ruang uji,
massa udara dalam ruang uji,
temperatur di dalam ruang uji, bahan
dan tebal dinding ruang uji, temperatur
di luar dinding ruang uji, bahan dan
tebal isolasi yang digunakan. Semua
data yang diperoleh digunakan untuk
mencari perhitungan perpindahan panas
konduksi dalam dinding ruang uji dan
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 105
perhitungan perpindahan panas pada
dinding isolasi.
4.1 Perhitungan Perpindahan
Panas Konduksi pada
Dinding Ruang Uji Tanpa
Isolasi
Perpindahan kalor secara konduksi
adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah yang
bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu
medium (padat, cair atau gas) atau
antara medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung
sehingga terjadi pertukaran energi dan
momentum.
Laju perpindahan panas yang terjadi
pada perpindahan panas konduksi
adalah berbanding dengan gradien suhu
normal sesuai dengan persamaan
berikut.
Persamaan Dasar Konduksi :
Keterangan :
= Laju Perpindahan
Panas ( W ).
= Konduktifitas Termal (
W/m.°C ).
= Luas Penampang (m²).
= Perbedaan Temperatur
( °C, °F ).
= Perbedaan Jarak ( m /
det ).
ΔT = Perubahan Suhu ( °C,
°F ).
dT/dx= gradient temperatur
kearah perpindahan
kalor.
Gambar 4.1 Perpindahan
kalor menyeluruh melalui dinding
datar.
Keterangan gambar :
Permukaan 1 ( kaca tempered )
Permukaan 2 ( besi )
Permukaan 3 ( besi )
Permukaan 4 ( besi )
Permukaan 5 ( besi )
Permukaan 6 ( besi )
Gambar 4.2 Sisi - sisi
dinding ruang uji flammability
Data aktual
Besi Ketebalan = 3 mm = 0,003 m
Panjang = 380 mm = 0,380 m
Lebar = 205 mm = 0,205 m
Tinggi = 355 mm = 0,355 m
Kaca tempered Ketebalan = 10 mm = 0,01 m
Panjang = 380 mm = 0,380 m
Lebar = 355 mm = 0,355 m
Rockwoll
Ketebalan = 30 mm = 0,03 m
Panjang = 380 mm = 0,380 m
Lebar = 205 mm = 0,205 m
Tinggi = 355 mm = 0,355 m
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 106
besi adalah 69,5 W/m.°C (
Temperatur 70ᵒC )
kaca adalah 0,78 W/m.°C (
Temperatur 70ᵒC )
rockwool adalah 0,038 W/m.°C (
Temperatur 30ᵒC )
Temperatur dinding dalam ruang
uji ( T1 ) 70ᵒC
Temperatur dinding luar ruang uji (
T2 ) 63ᵒC
Temperatur dinding lapisan
rockwoll ( T3 ) 30ᵒC
Keterangan :
T1 = 70ᵒC
T2 = 63ᵒC
T3 = 30ᵒC
Gambar 4.3 Lapisan dinding
ruang uji
Perhitungan perpindahan panas
konduksi pada dinding ruang uji tanpa
isolasi
Keterangan gambar :
Permukaan 1 ( kaca tempered )
Permukaan 2 ( besi )
Permukaan 3 ( besi )
Permukaan 4 ( besi )
Permukaan 5 ( besi )
Permukaan 6 ( besi )
Gambar 4.4 Sisi - sisi
dinding ruang uji flammability
Dengan mengunakan rumus :
= Laju Perpindahan Panas ( W ).
= Konduktifitas Termal (
W/m.°C).
= Luas Penampang ( m² ).
= Perbedaan Temperatur ( °C ).
= Perbedaan Jarak ( m ).
Maka di dapat perhitungan seperti
tabel
Tabel 4.1 Perhitungan Perpindahan
Panas Konduksi pada Dinding
Ruang Uji Tanpa Isolasi
Jadi dari perhitungan tabel
diatas didapatkan hasil laju perpindahan
panas di setiap permukaan sebagai
berikut :
Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt
Permukaan 2 sebesar 11.838,17 Watt
Permukaan 3 sebesar 21.892,5 Watt
Permukaan 4 sebesar 11.838,17 Watt
Permukaan 5 sebesar 12.649 Watt
Permukaan 6 sebesar 12.649 Watt
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 107
4.2 Perhitungan Perpindahan Panas
Konduksi pada Dinding Ruang
Uji Dengan Isolasi ( Rockwool )
Pada sub bab 4.2 ini menghitung
perpindahan panas konduksi pada
dinding ruang uji dengan isolasi (
Rockwool ). Jadi seluruh permukaan
ruang uji dilapisi bahan isolasi (
Rockwool ) dengan tebal 30 mm kecuali
permukaan 1 ( dinding kaca ) yang
bertujuan untuk mengamati saat
pengujiaan berlangsung.
Gambar 4.5 Lapisan dinding
ruang uji
Asumsi :
a. Steady state.
b. Tidak ada perbedaan
temperatur antara dua
permukaaan yang bertemu.
Dimana :
x besi = 3 mm = 0,003 m
x rockwool = 30 mm = 0,03 m
besi = 69,5 W/m.°C
rockwool = 0,038 W/m.°C
Temperatur ruang uji ( T1 ) = 70°C
Temperatur lingkungan ( T3 ) =
30°C
Perhitungan ini dapat diselesaikan
dengan rumus
=
Dimana :
= Selisih temperatur (
°C )
= Tebal lapisan
dinding besi ( m )
= Konduktifitas
termal besi (
W/m.°C )
= Tebal lapisan
dinding isolasi ( m )
= Konduktifitas
termal dinding
isolasi ( W/m.°C )
= Luas penampang
m² )
Tabel 4.2 Perhitungan Perpindahan
Panas Konduksi pada Dinding
Ruang Uji Dengan Isolasi (
Rockwool )
Jadi dari perhitungan tabel
diatas didapatkan hasil laju perpindahan
panas di setiap permukaan sebagai
berikut :
Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt
Permukaan 3 sebesar 6,84 Watt
Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt
Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt
Permukaan 6 sebesar 3,95 Watt
4.3 Perhitungan Energi Kalor yang
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 108
Dihasilkan pada Ruang Uji
Panjang = 380 mm = 0,380 m
Lebar = 205 mm = 0,205 m
Tinggi = 355 mm = 0,355 m
Mencari ruang uji
ruang uji =
=0,380 m . 0,205 m . 0,355 m
= 0,028 m3
Mencari massa udara ( udara )
Untuk mencari massa udara
( udara ) harus mengetahui massa
jenis udara ( ρudara ) pada temperatur
70ᵒC yaitu 1,017956 kg/m3 (dengan
metode interpolasi)
udara = ρudara . ruang uji
=1,017956 kg/m3 . 0,028 m3
= 0,0285 kg
Mencari kalor jenis udara p pada
temperatur 70ᵒC yaitu 1008,538
Joule/kg .°C (dengan metode
interpolasi).
Perhitungan energi kalor ( Q ) di
dalam ruang uji
p .
Dimana :
= Besaran energi kalor (joule)
= Massa zat(kg)
p= Kalor jenis (Joule / kg°C)
= Perubahan suhu (°C)
p .
= 0,0285 kg . 1008,538
Joule/kg .°C . 40°C
= 1149,73 Joule
Jadi energi yang dihasilkan
dalam ruang uji 1149,73 Joule.
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dalam analisa perhitungan
perpindahan panas konduksi pada alat
uji flammability untuk material plastik.
Di dapatkan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pada perpindahan panas konduksi
ada beberapa faktor yang
mempengaruhi dalam
perhitungannya antara lain luas
penampang yang berbeda,
pengaruh geomeri, pengaruh
permukaan kontak, pengaruh
adanya insulasi.
2. Pada alat uji flammability dengan
tebal dinding (besi) 3mm, panjang
380 mm, lebar 205 mm, tinggi 355
mm dan tebal isolasi ( rockwool ) 30
mm dengan suhu di dalam dinding
70ᵒC, diluar dinding 63ᵒC dan suhu
lingkungan 30ᵒC didapatkan :
Perhitungan laju perpindahan panas
konduksi pada dinding besi ruang
uji tanpa isolasi masing - masing
permukaan sebagai berikut:
Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt
Permukaan 2 sebesar 11.838,17
Watt
Permukaan 3 sebesar 21.892,5
Watt
Permukaan 4 sebesar 11.838,17
Watt
Permukaan 5 sebesar 12.649 Watt
Dan perhitungan perpindahan panas
konduksi pada dinding ruang uji
dengan isolasi ( rockwool ) masing
- masing permukaan sebagai
berikut:
Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt,
Permukaan 3 sebesar 6,84 Watt,
Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt,
Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt,
Permukaan 6 sebesar 3,95 Watt
Maka bisa ditarik kesimpulan
bahwa dengan adanya lapisan
isolasi ( rockwool ) maka laju
perpindahan panasnya bisa ditahan
sehingga tidak banyak panas yang
hilang (heat loss).
3. Perhitungan energi kalor yang
dihasilkan di dalam ruang uji
sebesar 1149,73 Joule.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan
untuk langkah pengembangan atau
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 109
analisa selanjutnya adalah karena
laju perpindahan panas dengan
adanya lapisan isolasi ( rockwool )
sudah diketahui nilainya dan energi
kalor yang dihasilkan di dalam
ruang uji juga diketahui maka
penggunaan bahan bakar (elpiji)
dapat dicari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Holman, J. P. 1994. Perpindahan
kalor. Jakarta:Erlangga.
2. Kreith, Frank. 1985. Prinsip -
Prinsip Perpindahan Kalor.
Jakarta:Erlangga.
3. Frank P. And David P. Dewitt,
2002 “fundamental of Heat and
Mass Transfer”, McGraw-Hill,
New york.
4. Toyota Engineering Standard 2002,
Flammability Test Method For
Interior Non-Metallic Materials,
TSM0500G, Engineering
Administration Div. Toyota Motor
Corporation