KINERJA PROBIOTIK Lactococcus lactis DALAM
SALURAN PENCERNAAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus
vannamei) DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG
DISUPLEMEN PREBIOTIK KACANG HIJAU
THE PERFORMANCE OF THE PROBIOTICS OF Lactococcus
lactis IN THE DIGESTIVE TRACTS OF VANNAME SHRIMPS
(Litopenaeus vannamei) FED WITH THE PREBIOTIC
SUPPLEMENT OF GREEN BEANS
Buana Basir
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
Kinerja Probiotik Lactococcus lactis dalam Saluran Pencernaan
Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan Pemberian Pakan
yang Disuplemen Prebiotik Kacang Hijau
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Progam Studi
Ilmu Perikanan
Disusun dan diajukan oleh :
Buana Basir
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
TESIS
KINERJA PROBIOTIK Lactococcus lactis DALAM SALURAN PENCERNAAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DENGAN
PEMBERIAN PAKAN YANG DISUPLEMEN PREBIOTIK KACANG HIJAU
Disusun dan diajukan oleh :
Buana Basir Nomor Pokok P3300211408
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 20 Agustus 2013 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi penasehat,
Dr.Ir.Siti Aslamyah,M.P. Dr.rer.nat.Elmi N. Zaenuddin,DES. Ketua Anggota Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Ilmu Perikanan Universitas Hasanuddin Prof.Dr.Ir.Achmar Mallawa, DEA. Prof. Dr. Ir. Mursalim
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Buana Basir
Nomor mahasiswa : P3300211408
Program studi : Ilmu Perikanan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 20 Agustus 2013
Yang menyatakan
Buana Basir
Abstrak
Buana Basir. Kinerja Probiotik Lactococcus lactis dalam Saluran Pencernaan Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan Pemberian Pakan yang Disuplemen Prebiotik Kacang Hijau. Dibimbing oleh Siti Aslamyah sebagai Ketua Komisi Penasehat dan Elmi Nurhaedah Zainuddin sebagai Anggota Komisi Penasehat. Lactococcus lactis merupakan salah satu jenis probiotik yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan kecernaan pakan. Prebiotik adalah makanan yang tidak tercerna yang dapat termanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas kinerja probiotik salah satunya adalah kacang hijau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan populasi probiotik, aktivitas enzim protease, tingkat kecernaan protein dan laju pertumbuhan bobot spesifik udang vanamei yang diberi prebiotik kacang hijau dengan konsentrasi berbeda di dalam pakan.
Wadah yang digunakan adalah bak fiber kerucut volume 150 L sebanyak 12 buah, ditempatkan di dalam ruangan (in-door) dengan aerasi bersumber dari blower. Hewan uji adalah juvenil udang vanamei (Litopenaeus vannamei) berumur 27 hari dengan bobot 1,4±0,424 g/ekor, yang dipelihara selama 30 hari dengan padat penebaran 150 ekor/m3 atau 20 ekor/wadah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan konsentrasi prebiotik kacang hijau (0, 5, 10, dan 15%) dan 3 ulangan. Data dianalisis dengan ANOVA menggunakan program SPSS versi 16 yang dilanjutkan dengan uji W-Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan prebiotik kacang hijau
dengan berbagai konsentrasi ke dalam pakan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap populasi probiotik, 2,9x105±175,58 (A), 7,4x105±231,805 (B), 19,0x105±468,501 (C), 18,0x105±28,868 (D) koloni/mL, aktivitas enzim protease 0,0029 (A), 0,00482 (B), 0,0068 (C), 0,005 (D) UA/mL, dan kecernaan protein 46,112±2,826 (A), 51,440±3,812 (B). 51,731±3,914 (C), 34,052±10,537 % (D) sampai pada konsentrasi prebiotik 10%. Laju pertumbuhan bobot spesifik tidak ada perbedaan antar semua perlakuan (p>0,05).
Abstract
Buana Basir. Performance Probiotics Lactococcus lactis in the Digestive Tract Vanname Shrimp (Litopenaeus vannamei) supplemented with Prebiotic Feeding Green Beans . Guided by Siti Aslamyah as Chairman of the Advisory Committee and Elmi Nurhaedah Zainuddin as Member AdvisoryCommittee . Lactococcus lactis is one type of probiotic used to improve the quality and digestibility of feed . Prebiotics are indigestible food which can utilized to improve the effectiveness of the performance of probiotics is one of them green beans . This study aims to analyze the population growth of probiotics , enzyme activity , the level of protein digestibility and growth rate of the specific weight of the shrimp vanamei prebiotics green beans with different concentrations in the feed .
The container used is fiber cone bath volume 150 L by 12 pieces ,
placed in the room (in-door) with aeration sourced from the blower . Animal testing is vanamei juvenile shrimp (Litopenaeus vannamei) was 27 days with a weight of 1.4 ± 0.424 g/head , which he maintained for 30 days with a stocking density 150 ekor/m3 or 20 fish/container. The study was conducted using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments prebiotic concentration of green beans (0, 5, 10, and 15 %) and 3 replications . Data were analyzed by ANOVA using SPSS version 16, followed by W-Tukey test.
The results showed the addition of prebiotics green beans with
various concentrations into the feed significantly (p<0.05) of the probiotic population, 2.9 x105 ± 175.58 (A), 7.4 x105 ± 231.805 (B), 19.0 ± x105 468.501 (C), 18.0 ± 28.868 x105 (D) colonies/mL, 0.0029 protease enzyme activity (A), 0.00482 (B), 0.0068 (C), 0.005 (D) UA/mL , and protein digestibility 46.112 ± 2.826 (A), 51.440 ± 3.812 (B), 51.731 ± 3.914 (C), 34.052 ± 10.537% (D) at a concentration of prebiotic to 10 %. Specific growth rate of the weight of all there is no difference between treatments (p>0,05) .
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala bentuk puji-pujian dan
kesyukuran hanya kepada Allah SWT atas limpahan ridho dan
petunjukNya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini. Teriring pula
salawat dan salam kepada Rasulullah SAW, profil manusia yang
sempurna, cerdas dan teladan terbaik bagi umat manusia sepanjang
zaman.
Tesis ini menyajikan bahasan tentang kinerja probiotik Lactococcus
lactis dalam saluran pencernaan udang vanamei dengan pemberian
pakan yang disuplemen prebiotik kacang hijau. Penulis bermaksud
menganalisis kinerja sinbiotik bakteri Lactococcus lactis dan kacang hijau
terhadap aktivitas enzim protease, kecernaan protein dan pertumbuhan
udang vanamei.
Tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak,
ucapan terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti
Aslamyah, MP. selaku Ketua Komisi Penasehat dan Ibu Dr. rer. nat. Elmi
Nurhaedah Zainuddin, DES. sebagai Anggota Komisi Penasehat atas
arahan, bimbingan, dan waktu yang diberikan serta dukungan spirit yang
sangat menyemangati penulis untuk berusaha menyajikan tulisan yang
lebih baik. Terima kasih pula kepada Bapak Dr. Ir. Zainuddin, M.Si., Ibu
Dr. Ir. Haryati, MS., Bapak Prof. Dr. Ir. M. Yusri Karim, M.Si., selaku Tim
Penguji atas semua saran dan masukannya untuk perbaikan tesis ini.
Terima kasih kepada ibu Syamsuliah, S.Pi.,M.Si., yang membantu dalam
penyediaan sarana dan prasarana penelitian. Terima kasih pula kepada
mahasiswa stitek Balik Diwa (Junardi, Rosma, Sandi dan Surianti) atas
bantuannya selama penelitian dan pengumpulan data. Saudara Muh.
Fadillan Amir, S.Pi.,M.Si., dan Heriansyah, S.Pi.,M.Si., terima kasih atas
bantuannya dalam olah data dan perbaikan tesis. Suami dan anak-anak
tersayang atas dukungannya selama penelitian ini berlangsung, serta
kedua orang tua tercinta atas doa yang tulus kepada penulis.
Do’a dan harapan semoga semuanya selalu dalam lindungan Allah SWT
dan semoga Allah SWT membalas semua bantuan dan kebaikan yang
telah diberikan. Aamiin.
Makassar, Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 4
C. Tujuan manfaat 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang Vaname 8
B. Probiotik 9
C. Bakteri Asam Laktat 11
D. Prebiotik dan Kacang Hijau 13
E. Enzim Protease pada Ikan 14
F. Kerangka Pikir 18
G. Hipotesis 19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Percobaan dan Perlakuan 20
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 20
C. Wadah Penelitian 21
D. Hewan Uji 21
E. Pakan Buatan dan Probiotik 21
F. Prosedur penelitian 22
G. Parameter Pengamatan 25
1. Populasi Bakteri 25
2. Aktivitas Enzim Protease 25
3. Kecernaan Protein 26
4. Laju Pertumbuhan Spesifik 27
H. Analisis Data 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Populasi Bakteri 29
2. Aktivitas Enzim Protease 32
3. Kecernaan Protein 33
4. Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik 35
5. Parameter Kualitas Air 38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 40
B. Saran 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Komposisi bahan baku penyusun pakan pada setiap perlakuan 22
2. Nilai rata-rata populasi bakteri setelah percobaan 29 3. Hasil analisis aktivitas enzim protease 32 4. Hasil analisis kecernaan Protein 33
5. Nilai kualitas parameter air selama percobaan 39
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1. Kerangka pikir 18
2. Histogram populasi bakteri di akhir penelitian 30
3. Histogram laju pertumbuhan spesifik 36
DAFTAR LAMPIRAN
nomor halaman
1. Prosedur kerja analisis aktivitas enzim protease 48
2. Data populasi bakteri 49
3. Analisis ragam populasi bakteri 49
4. Hasil uji proksimat pakan uji 51
5. Hasil uji nutrisi pada feses 51
6. Hasil pengukuran kecernaan protein 52
7. Analisis ragam nilai kecernaan protein 52
8. Data laju pertumbuhan bobot spesifik (SGR) 54
9. Analisis ragam laju pertumbuhan spesifik 55
10. Komposisi zat gizi kacang hijau dan kedelai per 100 g bahan 56
11. Data amonia (NH3) selama percobaan 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udang vanamei adalah salah satu alternatif udang introduksi yang
mulai dibudidayakan sejak beberapa tahun lalu setelah udang windu
mengalami berbagai masalah, seperti serangan penyakit dan penurunan
kualitas lingkungan budidaya yang merupakan kendala utama dalam
usaha budidaya udang windu (Widanarni dkk., 2004). Udang vanamei
banyak diminati karena memiliki keunggulan, seperti tahan penyakit,
pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100-110 hari), sintasan tinggi
dan nilai konversi pakan (FCR) rendah berkisar 1:1,3 (KKP, 2012). Selain
itu di beberapa negara lain seperti Amerika (negara asal vanamei), Hawai,
Cina dan Taiwan (Haliman dan Adijaya, 2008), budidaya udang ini sangat
berkembang, karena selain vanamei tahan terhadap penyakit, juga
memiliki nafsu makan yang tinggi. Harga di pasaran juga cukup baik, yaitu
mencapai Rp.40.000 per kilogramnya untuk pasar lokal, dan pemasaran
yang baik pula pada tingkat internasional (Ariawan, dkk. 2005).
Beralihnya perhatian masyarakat pada budidaya udang vanamei,
diikuti pula kesadaran masyarakat untuk pengelolaan lingkungan tambak
dan pakan, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Harapannya adalah
mendapatkan produksi yang tinggi dan laku di pasaran internasional
dengan biaya produksi yang efisien.
2
Salah satu upaya pengelolaan lingkungan dan pakan adalah dengan
penggunaan probiotik. Aplikasi probiotik dalam budidaya udang dapat
menciptakan lingkungan budidaya yang kondusif (Wang dkk. dalam Amin
dan Mansyur, 2010), menjaga kesehatan udang (Gaggia dkk. dalam
Haryati, 2011), serta membantu dalam kecernaan pakan (Bariagi dkk.
dalam Nopitawati, 2010).
Selain itu, tingginya biaya pakan merupakan kendala yang cukup
besar bagi petani tambak dalam mengelola usaha budidaya udang,
terutama dalam skala semi dan intensif. Oleh karena itu dengan
penggunaan probiotik diharapkan dapat meningkatkan efesiensi
penggunaan pakan (Murni, 2004), sehingga dapat menekan biaya
penyediaan pakan.
Penggunaan probiotik dalam budidaya sudah banyak dilakukan
beberapa tahun terakhir. Probiotik dapat menggantikan peran antibiotik,
juga dapat mengurai senyawa-senyawa komplek, serta membantu dalam
kecernaan pakan. Probiotik memiliki enzim-enzim khusus yang membantu
dalam pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana yang
mempermudah pencernaan dan penyerapan nutrisi pada saluran
pencernaan udang (Nopitawati, 2010). Penyerapan nutrisi yang tinggi
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi, sehingga
sangat mendukung optimalnya usaha budidaya.
Menurut Fuller dalam Haryati (2011), probiotik merupakan suatu
kelompok mikroorganisme dan substansi yang berperan dalam
3
keseimbangan mikroba di saluran pencernaan. Probiotik yang hidup di
habitat usus mampu memberi keuntungan bagi inang karena dapat
memperbaiki keseimbangan mikroba pada saluran pencernaan.
Salah satu jenis probiotik yang sudah dikenal dan sudah sering
digunakan adalah Lactococcus spp.. Lactococcus spp. banyak ditemukan
pada produk-produk makanan ataupun susu yang dikonsumsi oleh
manusia, berfungsi untuk membantu kecernaan nutrisi di dalam tubuh,
namun dalam kegiatan budidaya ikan penggunaannya belum banyak
dilaporkan.
Lactococcuc lactis dapat diisolasi dari fermentasi susu kacang-
kacangan, dapat menghasilkan enzim α-galaktosidase yang mampu
menghidrolisis rafinosa dan stakiosa (Yusmarini dkk., 2009). Selain itu L.
lactis adalah salah satu jenis bakteri asam laktat yang mampu dengan
cepat memproduksi asam laktat (Piraino dkk., 2007), dan mempunyai
aktivitas proteolitik lebih besar dari jenis bakteri asam laktat lainnya
(Garabal dkk., 2007).
Salah satu upaya meningkatkan populasi bakteri L. lactis dalam
saluran pencernaan adalah penambahan prebiotik dalam pakan. Kacang-
kacangan adalah salah satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan
sebagai prebiotik ke dalam pakan udang. Kacang-kacangan mengandung
oligosakarida tidak tercerna (Widowati dan Misgiyarta, 2003), tetapi
menguntungkan bagi bakteri probiotik, sehingga kacang-kacangan dapat
digunakan sebagai prebiotik. Kacang hijau memiliki kandungan
4
karbohidrat tertinggi dari kacang-kacangan pada umumnya, yaitu sebesar
56,8%/100 g kacang (Fratiwi dkk., 2008) dalam 100 gram kacang hijau
mengandung sukrosa 1,06-2,19%, raffinosa 0,38-0,69%, stakiosa 0,50-
1,50 % dan pati yang terdiri dari amilosa 28,8% dan amilopektin 71,2%.
Selain itu mengandung pula polisakarida non pati/non starch
polisaccharides (NSP) yang terkandung sebesar 10-30 % pada biji-bijian
seperti kacang hijau dan serealia lainnya (Haryati, 2011).
Widowati dan Misgiyarta (2003) melaporkan bahwa pada fermentasi
susu kacang-kacangan oleh beberapa jenis bakteri asam laktat, yang
menghasilkan kadar asam laktat dan protein terlarut tertinggi pada
fermentasi susu kacang hijau untuk semua jenis perlakuan (bakteri asam
laktat). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
peranan kacang hijau dalam menyokong kinerja probiotik Lactococcus
lactis dalam saluran pencernaan udang vanamei.
B. Rumusan Masalah
Pakan adalah merupakan komponen terbesar dalam usaha budidaya
udang. Berkisar 60–70 % biaya yang digunakan dalam usaha budidaya
adalah untuk penyediaan pakan (Haliman dan Adijaya, 2008). Untuk
meningkatkan efesiensi pakan agar dapat menekan biaya pakan yang
cukup tinggi, salah satunya dengan penggunaan probiotik ke dalam
pakan. Untuk memaksimalkan fungsi kerja probiotik terhadap pakan dan
saluran pencernaan udang, peranan prebiotik sangat perlu diperhatikan
5
karena prebiotik adalah makanan yang tidak tercerna yang justru
dimanfaatkan oleh bakteri probiotik.
Kacang hijau adalah kacang-kacangan yang berasal dari famili
leguminoseae atau polong-polongan (Supriyono, 2008). Kacang hijau
mengandung oligosakarida dan NSP (Non Starch Polisaccharides) yang
tidak tercerna sehingga dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik.
Menurut Haryati (2011), prebiotik yang umum adalah fruktan/FOS, yaitu
seluruh non-digestible oligosakarida yang tidak dihidrolisis oleh enzim
pencernaan, tetapi dihidrolisis oleh koloni bakteri.
Hal yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi prebiotik dalam
pakan. Prebiotik yang terlalu rendah diduga akan berdampak kurang
tersedianya makanan yang dapat dimanfaatkan oleh probiotik. Namun
kalau berlebih diduga dapat berpengaruh terhadap ketersediaan nutrien
dalam pakan yang penting bagi udang. Menurut Haryati (2011), target
penggunaan probiotik akan efektif bila kebutuhan pertumbuhannya
terpenuhi. Penggunaan oligosakarida untuk pakan unggas di Jepang
sudah umum dan penggunaannya di Eropa semakin meningkat (Patterson
dan Burkholder, 2003). Penggunaan 4,0 g/kg FOS dapat meningkatkan
pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus dan meningkatkan
pertambahan bobot hidup harian ayam pedaging (Xu dkk., 2003)
Beberapa parameter yang menjadi rumusan masalah pada
percobaan dengan penggunaan Lactococcus lactis sebagai probiotik dan
kacang hijau sebagai prebiotik dalam pakan udang vanamei, yaitu :
6
1. Bagaimanakah pertumbuhan probiotik L. lactis pada saluran cerna
udang vanamei setelah adanya penambahan kacang hijau sebagai
prebiotik ke dalam pakan.
2. Bagaimanakah aktivitas kerja enzim protease dengan adanya
penambahan probiotik L. lactis dan kacang hijau ke dalam pakan.
3. Bagaimanakah tingkat kecernaan protein pakan dengan penambahan
probiotik L. lactis dan kacang hijau pada pakan udang vanamei,
4. Bagaimanakah pertumbuhan udang vanamei yang diberi pakan
dengan penambahan probiotik L. lactis dan kacang hijau ke dalam
pakan.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perkembangan populasi bakteri L. lactis pada berbagai
konsentrasi kacang hijau sebagai prebiotik ke dalam pakan.
2. Menganalisis aktivitas kerja enzim protease dengan adanya
penambahan bakteri L. lactis dan kacang hijau ke dalam pakan.
3. Menganalisis tingkat kecernaan protein pakan dengan dengan adanya
penambahan bakteri L. lactis dan kacang hijau ke dalam pakan.
4. Mengevaluasi pertumbuhan udang vanamei yang diberi pakan dengan
penambahan bakteri L. lactis dan kacang hijau ke dalam pakan.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat pada ketersediaan informasi
tentang penggunaan L. lactis sebagai probiotik dan kacang hijau sebagai
prebiotik dalam pakan untuk meningkatkan populasi bakteri L. lactis,
7
aktivitas enzim pencernaan, dan kecernaan pakan. Dengan demikian,
diharapkan dapat meningkatkan efesiensi pemanfaatan pakan dan
peningkatan laju pertumbuhan udang vanamei.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang Vanamei
Udang vanamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Produksi
benur udang vanamei dirintis sejak awal tahun 2003 oleh sejumlah
hatchery, terutama di Situbondo dan Banyuwangi dan memperoleh hasil
yang memuaskan, akhirnya pemerintah melepas udang vanamei sebagai
varietas unggul pada 12 Juli 2001 melalui SK Menteri KP No. 41/2001
(Haliman dan Adijaya, 2008).
Vanamei digolongkan kedalam filum Arthropoda, subfilum Crustacea,
Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Famili Penaeidae serta Genus
Litopenaeus (Haliman dan Adijaya, 2008). Selanjutnya dijelaskan pula
bahwa tubuh udang vanamei dibentuk kedalam dua cabang, exopodite
dan endopodite. Perut (abdomen) terdiri atas 6 ruas, dan terdapat 5
pasang kaki renang dan sepasang uropods yang membentuk kipas
bersama–sama telson. Siklus hidup dimulai dari stadia nauplii (sistem
pencernaan belum sempurna), Zoea (zoea 1, 2 dan 3) sekitar 4–5 hari,
mysis (benih sudah menyerupai bentuk udang) berlangsung selama 3–4
hari, post larva (PL) (udang sudah tampak seperti udang dewasa).
Udang vanamei bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari.
Termasuk kedalam kelompok pemakan segala (omnivora), yang sumber
makanannya berupa fitoplankton, kopepoda, polychaeta, larva kerang dan
9
lumut (Haliman dan Adijaya, 2008). Mencari keberadaan pakan atau
makanannya dengan bantuan organ chemoreseptor yang berupa antena.
Hidup dan banyak berada di kolom perairan atau hampir sampai ke dasar
dan tergolong hewan pemakan lambat.
Parameter kualitas air adalah komponen yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Parameter yang harus
selalu dipantau pada budidaya adalah suhu, salinitas, pH, DO dan
amonia. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang berkisar 26–320 C,
salinitas 15–25 ppt, pH antara 7,5–8,5, DO berkisar 4–6 ppm, dan amonia
≤ 0,1 ppm (Haliman dan Adijaya, 2008).
B. Probiotik
Probiotik adalah merupakan suatu kelompok mikroorganisme dan
substansi yang berperan dalam keseimbangan mikroba di saluran
pencernaan (Puspita dkk., 2012). Probiotik sudah banyak diketahui
memiliki kemampuan antimikroba dan antigen penyebab penyakit serta
penghasil antibiotik alami, sehingga dengan penggunaan probiotik ini
mampu meningkatkan imunitas tubuh hewan dan juga membantu dalam
penyerapan nutrisi ke dalam tubuh hewan melalui kemampuannya
memproses senyawa–senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana.
Syarat mikroba probiotik adalah 1) tidak bersifat patogen atau
mengganggu inang, bagi konsumen (manusia dan hewan lainnya), 2)
tidak mengganggu keseimbangan ekosistem setempat, 3) mudah
10
dipelihara dan diperbanyak, 4) dapat hidup dan bertahan serta
berkembang biak di dalam usus ikan, 5) dipelihara dalam media yang
memungkinkan untuk diintroduksikan ke dalam usus ikan, dan 6) dapat
hidup dan berkembang di dalam air wadah pemeliharaan ikan (Puspita
dkk., 2012).
Probiotik itu sendiri adalah makanan tambahan (suplemen) berupa
sel-sel mikroorganisme hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan
bagi hewan inang yang mengonsumsinya melalui penyeimbangan flora
mikroorganisme intestinal dalam saluran pencernaan (Irianto, 2007). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pemberian organisme probiotik dalam akuakultur
dapat diberikan melalui pakan, air maupun melalui perantaraan pakan
hidup seperti rotifera atau Artemia.
Pemberian probiotik dalam pakan, berpengaruh terhadap kecepatan
fermentasi pakan dalam saluran pencernaan, sehingga akan sangat
membantu proses penyerapan makanan dalam pencernaan ikan.
Fermentasi pakan mampu mengurai senyawa kompleks menjadi
sederhana sehingga siap digunakan ikan, dan sejumlah mikroorganisme
mampu mensintesa vitamin dan asam-asam amino yang dibutuhkan oleh
larva hewan akuatik.
Untuk Probiotik yang dicampur pakan, bisa dicampurkan dengan
pakan buatan pabrik (pelet) maupun pakan alami seperti daun-daunan.
Ada dua macam cara aplikasi probiotik, yaitu 1) melalui lingkungan (air
dan dasar tambak), 2) secara oral melalui pakan. Aplikasi cara kedua
11
dapat meningkatkan kualitas dengan cara penguraian pakan oleh bakteri
sehingga dapat meningkatkan kecernaan pakan, mendetoksikasi toksikan
dalam bahan pangan dan meningkatkan kandungan protein (Mansyur dan
Malik, 2008).
Pemberian probiotik pada pelet dengan cara disemprotkan dapat
menimbulkan terjadinya fermentasi pada pelet dan meningkatkan
kecepatan pencernaan. Pemanfaatan mikroba dilakukan dengan cara
menambahkan secara langsung pada pakan atau dengan pre-feeding
process. Mikroba yang ditambahkan dalam pakan tersebut berperan
dalam perbaikan pakan melalui fermentasi dengan mengurai materi pakan
yang sulit dicerna ikan, mendetoksikasi bahan beracun dan meningkatkan
kandungan protein. Aplikasi penambahan bakteri probiotik diharapkan
mampu meningkatkan kualitas pakan dan kecernaan pakan (Puspita dkk.,
2012).
C. Bakteri Asam Laktat (Lactococcus lactis)
Bakteri asam laktat (BAL) adalah merupakan kelompok bakteri Gram-
positif yang membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat
untuk menghasilkan asam laktat (Salminen dkk., 2004; Nair dan
Surendran dalam Ruzanna, 2011). Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat
sekitar 20 genus bakteri asam laktat, salah satu diantaranya adalah
Lactococcus yang sering digunakan dalam pengolahan pangan.
Sebagian bakteri asam laktat berpotensi memberikan dampak positif
bagi kesehatan dan nutrisi manusia, beberapa diantaranya adalah
12
meningkatkan nilai nutrisi makanan, mengontrol infeksi pada usus,
meningkatkan digesti (pencernaan) laktosa, mengendalikan beberapa tipe
kanker, dan mengendalikan tingkat serum kolesterol dalam darah.
Sebagian keuntungan tersebut merupakan hasil dari pertumbuhan dan
aksi bakteri selama pengolahan makanan, sedangkan sebagian lainnya
hasil dari pertumbuhan beberapa BAL di dalam saluran usus saat
mencerna makanan yang mengandung BAL sendiri (Gilliland, 1990).
Kelompok bakteri asam laktat merupakan salah satu mikroba yang
memenuhi persyaratan sebagai mikroba probiotik. Selain itu, mikroba ini
memiliki kemampuan untuk menekan bakteri patogen pada saluran
pencernaan, karena menghasilkan asam laktat yang terfermentasikan.
Bakteri asam laktat tersebar luas di alam, dan bisa diperoleh dari tiga
sumber yaitu, 1) produk susu fermentasi, 2) suplemen makanan dan
minuman yang mengandung bakteri asam laktat (BAL), 3) produk farmasi
dengan konsentrat sel dalam bentuk tablet, kapsul dan granula (Salminen
dkk. dalam Ruzanna, 2011).
Bakteri L. lactis subsp. lactis koloninya berbentuk bulat, hidup secara
individu, berpasangan atau membentuk koloni, berantai panjang ataupun
pendek. Termasuk bakteri Gram-positif, non-haemolitik dan non-motil,
fakultatif anaerob dan katalase negatif. Lactococcus merupakan kelompok
bakteri mesofilik, kisaran suhu untuk pertumbuhan L. lactis subsp. lactis
10-400C, dan pada suhu 450C pertumbuhannya terhenti (Teubeur, 1995).
13
pH yang optimum untuk pertumbuhannya adalah 4,4 (Axelsson dalam
Riyanto, 2002).
Semua galur bakteri L. lactis subsp. lactis memproduksi asam berasal
dari galaktosa, glukosa, fruktosa, lactosa, maltosa, mannosa, N-
asetilglukosamin, ribosa dan trihalosa. Beberapa galur ini menggunakan
sitrat untuk memproduksi CO2, aseton dan diasetil. Sebagai bakteri asam
laktat, bakteri L. lactis subsp. lactis menghasilkan asam laktat sebagai
produk metabolit primernya. Oleh karena itu untuk mengamobilisasi
bakteri ini diperlukan bahan pembawa yang tahan terhadap pH rendah
(Teuber, 1995).
D. Prebiotik dan Kacang Hijau
Prebiotik adalah bahan makanan yang berupa serat yang tidak dapat
dicerna oleh tubuh. Karena tidak dapat dicerna oleh tubuh sehingga
menjadi bahan makanan bagi bakteri probiotik. Pada dasarnya merupakan
molekul gula rantai pendek yang mengandung fruktosa. Jenis prebiotik
golongan karbohidrat yang tidak tercerna antara lain laktulosa, inulin,
resistant starch dan sejumlah oligosakarida yang dapat menjadi sumber
karbohidrat bagi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan
(Crittenden, 1999). Prebiotik golongan yang tidak tercerna ini umumnya
dikenal dengan fruktan/FOS. Fruktan dapat mencapai kolon dan menjadi
substrat yang dapat dicerna bagi bakteri (Haryati, 2011). Semua
polisakarida yang tidak tercerna tidak dapat dihidrolisis oleh enzim dalam
14
usus, tetapi dihidrolisis oleh koloni bakteri (Gibson dan Roberfroid dalam
Haryati, 2011).
Beberapa prebiotik dapat memberikan keuntungan yang kompetitif
pada spesifik mikroflora asli usus pencernaan, seperti Lactobacillus dan
Bifidobacteria (Willard dkk., 2000). Keberadaan prebiotik dalam pakan
akan sangat bermanfaat bagi perkembangan mikroflora usus, sehingga
membantu dalam penyerapan nutrisi yang lebih baik.
Kacang hijau adalah salah satu produk kacang-kacangan yang
mengandung oligosakarida yang merupakan komponen utama prebiotik.
Oligosakarida tidak tercerna oleh mukosa usus sehingga termanfaatkan
oleh bakteri probiotik. Kacang hijau juga banyak mengandung pati, dan
polisakarida bukan pati/Non Starch Polisaccharides (NSP) sudah
mendapat banyak perhatian. Fraksi NSP dalam diet mengandung semua
karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim ternak, tetapi tercerna
oleh mikroflora pencernaan. Sekitar 10–30% dari karbohidrat bijian
serealia merupakan fraksi NSP (Haryati, 2011), termasuk di dalamnya
adalah kacang hijau (komposisi gizi kacang hijau dapat dilihat pada
Lampiran 1).
E. Enzim Protease pada Ikan
Enzim adalah biokatalisator yang mempercepat jalannya reaksi
metabolisme dalam tubuh yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan.
Bahan dasar enzim adalah protein yang disintesis di dalam sel dan dapat
dikeluarkan dari sel melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan
15
keluar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel, sedangkan enzim yang
dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu
sendiri (Handajani dan Widodo, 2010).
Enzim pencernaan merupakan substansi kimia dalam sistem
pencernaan yang berfungsi untuk hidrolisis pakan sehingga menjadi
bentuk yang sederhana dan dapat diserap oleh sel-sel tubuh (Audesirk
dan Audesirk, 1999). Enzim pencernaan yang diekskresikan dalam rongga
pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilori kaeka, pankreas,
dan mukosa usus (Halver dan Hardi, 2002).
Secara garis besar ada tiga jenis enzim yang berperanan dalam
pencernaan pakan yaitu protease, amilase dan lipase. Protease
menghidrolisis ikatan peptida pada rantai polipeptida hingga menjadi
asam amino. (Purves dkk, 1992), amilase menghidrolisis karbohidrat
(McFadden dan Keeton, 1995), sedangkan lipase berperan dalam proses
pencernaan lemak dengan menghasilkan monogliserid dan asam lemak
(Overmire, 1986).
Enzim protease adalah enzim golongan hidrolase yang biasa juga
disebut peptidase atau proteinase. Enzim ini bekerja dalam memecah
protein menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti oligopeptida
pendek atau asam amino (Watanabe dan Hayano, 1994), dengan
menghidrolisis ikatan peptida (Poliana dan MacCabe, 2007).
Enzim protease bersifat esensial dalam metabolisme protein sehingga
sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Enzim ini berperan
16
membantu dalam pencernaan protein, koagulasi sel darah, menggunakan
kembali protein-protein intraselluler dan mengaktivasi berbagai jenis
protein, enzim, hormon, serta neorotransmiter (Poliana dan MacCabe,
2007).
Aktivitas enzim pencernaan bervariasi menurut umur ikan, fisiologis,
dan musim (Hepher, 1988). Pada spesies omnivor mempunyai aktivitas α-
amilase dan rasio α-amilase-protease lebih tinggi dari pada karnivor, karena
omnivor mempunyai kemampuan memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi
dari pada karnivor (Hidalgo dkk, 1999).
Aktivitas enzim pencernaan bervariasi menurut jenis ikan. Pada
Scophtalmus maximus aktivitas enzim protease mulai terlihat pada umur 2
dan 3 hari, sedangkan lipase baru baru ditemukan pada hari ke-15 (Cousin
dkk, 1987). Demikian juga pada ikan Osphronemus gouramy aktivitas
protease lebih cepat dibandingkan dengan lipase dan amylase (Affandi
dkk., 1994). Sebaliknya pada larva Oxyeleotris marmorata aktivitas
protease sangat rendah pada stadia awal, dibandingkan dengan aktivitas
lipase dan amilase (Effendi, 1995). Aktivitas enzim trypsin dan
Chymotripsin bervariasi menurut species. Pada Sheatfish aktivitas enzim
trypsin adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan aktivitas enzim
chymotrypsin. Pada ikan mas dan silver crap, sebaliknya yaitu aktivitas
chymotripsin empat kali lebih besar dari pada aktivitas trypsin (Jonas dkk.,
1983). Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk
menentukan kapasitas pencernaan, ketika saat aktivitas tinggi dapat
17
diindikasikan secara fisiologis larva siap untuk memproses pakan dari luar
(Gawlicka dkk., 2000).
Nilai kecernaan makanan (digestibility) adalah merupakan koefisien
pencernaan yang menggambarkan kemampuan ikan dalam memanfaatkan
makanan di dalam tubuhnya, juga menggambarkan kualitas makanan yang
dikonsumsi oleh ikan. Pada proses pencernaan makanan, tidak semua
bahan makanan dapat tercerna dan diserap oleh usus. Bahan yang tidak
tercerna akan dikeluarkan dari tubuh ikan dalam bentuk feses. Penentuan
nilai kecernaan bahan makanan melalui perbandingan kadar nutrien atau
energi pakan dengan kadar nutrien atau energi feses, dengan satuan yang
dinyatakan dalam persen (%) (Handayani dan Widodo, 2010).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai kecernaan makanan dihasilkan dari
bentuk kecernaan bahan kering nutrien. Untuk itu mengukur nilai kecernaan
nutrien haruslah dilakukan pengukuran kandungan bahan kering terhadap
bahan makanan maupun pada feses.
18
F. Kerangka Pikir
Gambar 1. Kerangka Pikir.
Biaya operasional tertinggi pada budidaya udang vaname adalah
penyediaan pakan buatan. Salah satu upaya dalam menekan tingginya
Budidaya
Udang vaname
Pertumbuhan udang
meningkat
Populasi bakteri
meningkat
Parameter
Enzim protease
Prebiotik
Produksi meningkat biaya pakan
menurun
Pakan Lingkungan
Pakan buatan Pakan alami
Probiotik (BAL)
Aktivitas Enzim
pencernaan meningkat
Kecernaan
pakan meningkat
Parameter protein
19
biaya pakan, maka digunakanlah probiotik. Probiotik sangat membantu
dalam meningkatkan kecernaan pakan serta ketersediaan nutrisi untuk
diserap oleh tubuh udang. Untuk meningkatkan ketersediaan probiotik
dalam tubuh udang maka diperlukan pula ketersediaan prebiotik yang
menunjang perkembangan populasi bakteri dalam saluran cerna.
Meningkatnya populasi Probiotik berarti meningkatkan pula aktivitas enzim
pencernaan, sehingga kecernaan pakan juga meningkat. Kecernaan
pakan meningkat akan mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan
efesiensi pakan. Hal ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi
dengan biaya pakan yang rendah.
G. Hipotesis
Penambahan prebiotik kacang hijau ke dalam pakan akan :
1. Meningkatkan populasi bakteri L. lactis dalam saluran pencernaan
udang,
2. Meningkatkan aktivitas enzim protease udang vanamei,
3. Meningkatkan kecernaan protein pakan,
4. Meningkatkan pertumbuhan udang vanamei.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Percobaan dan Perlakuan
Penelitian didesain dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan masing-masing 3 ulangan. Dengan demikian terdapat 12
satuan percobaan. Perlakuan yang diuji adalah konsentrasi kacang hijau
sebagai prebiotik dalam pakan udang vaname. Perlakuan tersebut adalah:
A. Pakan tanpa penambahan kacang hijau (kontrol)
B. Pakan dengan konsentrasi kacang hijau 5 %
C. Pakan dengan konsentrasi kacang hijau 10 %
D. Pakan dengan konsentrasi kacang hijau 15 %
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2013
dengan lokasi uji coba perlakuan di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Analisis proksimat, analisis aktivitas enzim, analisis tingkat kecernaan
dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
(BPPBAP) Maros, dan analisis probiotik di Balai Pengujian dan
Pengembangan Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Makassar.
21
C. Wadah Penelitian
Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan larva adalah bak fiber
kerucut dengan volume 150 L sebanyak 12 buah, yang ditempatkan di
dalam ruangan (indoor) dan masing-masing dilengkapi dengan aerasi
yang bersumber dari blower.
D. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah juvenil udang vanamei
(Litopenaeus vannamei) yang berukuran bobot 1,4±0,424 g/ekor,
dipelihara dari umur 27-57 hari dengan padat tebar 150 ekor/m3 atau 20
ekor/wadah. Hewan uji diperoleh dari tambak masyarakat di daerah
Segeri kabupaten Pangkep.
E. Pakan Buatan dan Probiotik
Pakan yang digunakan diformulasi dengan komposisi gizi sesuai
dengan kebutuhan juvenil udang vanamei dan ditambahkan kacang hijau
sebagai prebiotik. Komposisi bahan baku pakan disajikan pada Tabel 1.
22
Tabel 1. Komposisi bahan baku penyusun pakan pada setiap perlakuan
Bahan Baku Komposisi (%) A B C D
Tepung ikan 41 41 41 41 Tepung kedelai 22 22 22 22 Tepung kacang hijau 0 5 10 15 Tepung terigu 10 10 10 10 Casein 4,01 3,82 1,62 0 Pati 10,41 6,28 3,15 0 selulosa 4,62 4 4,38 4,2 Lemak 1,96 1,9 1,85 1,8 Vitamin dan mineral 6 6 6 6
Total 100 100 100 100
Protein (%) 37,30 44,10 44,22 42,18 Karbohidrat (%) 40,73 33,66 34,56 38,23 Lemak (%) 8,45 8,68 7,38 6,13
Enegi pakan/kg 3008,2
Keterangan : *)
Minyak ikan dan minyak jagung = 2:1
**) Komposisi vitamin & mineral mix.
Setiap 10 kg mengandung Vitamin A 12.000.000 IU; Vitamin D 2.000.000 IU; Vitamin E 8.000 IU; Vitamin K 2.000 mg; Vitamin B1 2.000 mg; Vitamin B2 5.000; Vitamin B6 500 mg; Vitamin B12 12.000 µg; Asam askorbat 25.000 mg; Calsium-D-Phantothenate 6.000 mg; Niacin 40.000 mg; Cholin Chloride 10.000 mg; Metheonine 30.000 mg; Lisin 30.000 mg; Manganese 120.000 mg; Iron 20.000 mg; Iodine 200 mg; Zinc 100.000 mg; Cobalt 200.000 mg; Copper 4.000 mg; Santoquin (antioksidan) 10.000 mg; Zinc bacitracin 21.000 mg.
Bakteri yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat
jenis Lactococcus lactis koleksi PAU UGM, dengan konsentrasi 2,1 x 109
CFU/mL.
F. Prosedur Penelitian
1. Persiapan pakan dan probiotik
Persiapan pembuatan pakan uji diawali dengan menyiapkan bahan
baku pakan meliputi pengeringan dan penghalusan bahan menjadi bentuk
tepung. Bahan baku pakan yang terdiri atas tepung ikan, tepung kedelai,
23
dan tepung kacang hijau sebagai sumber protein, bungkil kelapa, tepung
terigu dan dedak halus sebagai sumber karbohidrat, minyak ikan dan
minyak jagung sebagai sumber lemak, vitamin dan mineral mix sebagai
sumber mineral dan vitamin.
Selanjutnya, masing-masing bahan baku ditimbang sesuai dengan
komposisi bahan baku penyusun pakan (Tabel 1). Bahan-bahan tersebut
kemudian dicampur hingga homogen, dimulai dengan mencampur bahan
yang persentasenya sedikit sampai ke persentase tertinggi. Campuran
yang telah homogen ditambah air sebanyak 30% dari berat pakan dan
diremas-remas hingga menjadi adonan.
Adonan dicetak dengan mesin pencetak pellet untuk menghasilkan
pakan yang berbentuk sphagetti (bentuk memanjang). Kemudian pakan
dikeringkan dengan oven pada suhu dibawah 70οC selama 2-3 hari.
Pakan yang telah kering didinginkan pada suhu kamar atau diangin-
anginkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan
di tempat yang kering. Pakan selanjutnya dianalisis proksimat sebelum
digunakan.
Metode pencampuran probiotik L. lactis dalam pakan mengacu pada
metode Aslamyah (2006), yaitu probiotik L. lactis terlebih dahulu
diencerkan dengan Buffer Peptone Water dan minyak ikan (dengan
perbandingan 1 mL probiotik : 3 mL Buffer Peptone Water : 1 mL minyak
ikan. Campuran ini kemudian disemprotkan pada pakan secara merata
dengan menggunakan sprayer.
24
2. Persiapan bak dan hewan uji
Bak dan semua peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu
didesinfektan dengan klorida (kaporit) dan dinetralkan dengan thiosulfat.
Wadah yang telah disterilisasi masing-masing diisi dengan air laut yang
sudah melalui penyaringan sebanyak 100 L, dengan salinitas 25–27 ppt.
Sebelum ditebar ke bak-bak uji, hewan uji diaklimatisasi selama 24
jam dengan menempatkannya di bak penampungan dengan media air
yang diaerasi. Selama aklimatisasi, hewan uji diberi pakan komersil
dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari sebanyak 10% dari bobot tubuh.
Pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00, 12.00, 16.00, dan pukul
20.00 WITA. Setelah masa aklimatisasi selesai, hewan uji dipuasakan
selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh.
3. Pemeliharaan
Sebelum ditebar ke bak uji, hewan uji ditimbang dahulu untuk
mengetahui bobot awal dengan menggunakan timbangan analitik. Udang
dipelihara selama sebulan dan diberi pakan dengan waktu dan persentase
yang sama dengan masa aklimatisasi.
Selama percobaan, kualitas media budidaya dijaga dalam kisaran
yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil udang
vaname. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan setiap
hari terhadap sisa pakan dan feses di dasar wadah, serta melakukan
pergantian air sebanyak 10-20% setiap hari. Pengukuran kualitas air
25
media dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, meliputi
pengukuran suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut secara in situ dan
amoniak diukur di laboratorium menggunakan spektrofotometer.
G. Parameter Pengamatan
1. Populasi bakteri
Populasi bakteri yang terdapat di saluran pencernaan udang vaname
dihitung di akhir percobaan dengan metode hitungan cawan. Sampel
saluran pencernaan udang digerus dan setiap 1 g saluran pencernaan yang
sudah digerus diencerkan dengan 9 mL larutan fisiologis steril. Kemudian
hasil pengenceran tersebut yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri
asam laktat pada medium MRS agar padat.
2. Aktivitas enzim protease
Sampel yang digunakan untuk analisis aktivitas enzim protease
adalah usus dari udang vaname dengan membedah bagian punggung
dari kepala sampai bagian ekor. Pengambilan sampel usus dilakukan
pada suhu 40C. Usus udang vaname dikeluarkan menggunakan pinset
lalu ditempatkan di efendorf. Setelah terkumpul, sampel langsung
dimasukkan ke dalam freezer.
Untuk keperluan analisis, sampel diambil sebanyak 1 g. Sampel
dihancurkan dengan mortal sampai halus dan ditambahkan 10 mL
akuades dingin untuk menghomogenkan sampel. Selanjutnya disentrifuge
26
dengan kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit pada suhu 40 C.
Supernatan diambil sebagai ekstrak enzim kasar yang digunakan untuk
pengujian aktivitas enzim protease.
Analisis Aktivitas enzim protease mengikuti metode Bergmeyer dan
Grassi (1983) dengan menggunakan substrat kasein dan standar tirosin
untuk mengukur kemampuan enzim menghidrolisis protein, sehingga
dihasilkan tirosin, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm. Aktivitas protease
dihitung sesuai persamaan:
Act – Abl P U = x Ast – Abl T
Keterangan: U = Unit aktivitas enzim protease Act = Nilai absorban contoh Abl = Nilai absorban blanko Ast = Nilai absorban standar P = Faktor pengenceran T = Waktu inkubasi dalam menit.
3. Kecernaan Protein
Analisis nilai kecernaan protein pakan dilakukan dengan metode tidak
langsung, menggunakan indikator kromium oksida (Cr2O3) sebanyak 1%
yang dicampur merata dalam pakan. Pengumpulan feses krom dilakukan
setiap hari sampai 1 g kering feses. Analisis kromium menggunakan
spektrofotometer shimadzu UV-VIS 2401PC. Konsentrasi kromium dalam
feses dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
27
% Cr2O3 = (Abs-0,0032/mg sampel x 0,2087) x 100
Kecernaan dihitung berdasarkan rumus Takeuchi (1988), yaitu :
Kecernaan nutrien (%) :100 x { 1 - (�����)
(�����) }
Keterangan :
Cp = % Cr2O3 dalam pakan Cf = % Cr2O3 dalam feses Nf = % nutrien dalam feses Np = % nutrien dalam pakan
4. Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan bobot spesifik (%/hari), dianalisis dengan
menggunakan formula yang dikemukakan oleh Hardjamulia dkk. (1986)
sebagai berikut :
SGR = �� ��
�x 100
Keterangan :
SGR = rata-rata laju pertumbuhan bobot spesifik lnWo = rata-rata laju pertumbuhan awallnWt = rata-rata laju pertumbuhan akhir T = Waktu yang digunakan selama percobaan
5. Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air untuk suhu, salinitas, pH, dan
oksigen terlarut dilakukan secara in situ setiap pagi dan sore hari,
sementara pengukuran amonia (NH3) dengan metode spektrofotometer
28
dilakukan 3 kali selama percobaan, yaitu awal, pertengahan dan di akhir
penelitian.
H. Analisis Data
Data populasi bakteri, tingkat kecernaan protein, dan pertumbuhan
diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program
spss versi 16. Data aktivitas enzim dan parameter kualitas air dianalisis
secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup udang vanamei.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Populasi Bakteri
Populasi bakteri dalam saluran pencernaan udang uji yang diberi
pakan dengan berbagai konsentasi kacang hijau sebagai prebiotik pada
akhir pengamatan disajikan pada Lampiran 4, data rata-ratanya disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata populasi bakteri setelah percobaan (koloni/mL)
Perlakuan Rata-rata populasi±SD
A 2,9x105 ± 175,586a
B 7,4x105 ± 231,805a
C 19,0x105 ± 468,501b
D 18,0x105 ± 28,868b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan antar
perlakuan (p<0,01).
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai konsentrasi kacang hijau sebagai prebiotik berpengaruh sangat
nyata (p<0,01) terhadap populasi bakteri dalam saluran pencernaan
udang vanamei (Lampiran 3). Hasil uji lanjut W-Tukey menunjukkan
bahwa populasi bakteri pada perlakuan tanpa konsentrasi prebiotik
(kontrol=A) tidak berbeda dengan pemberian prebiotik 5% (B). Demikian
pula dengan pemberian prebiotik 10% (C) tidak berbeda dengan
30
pemberian prebiotik 15% (D). Sebaliknya terdapat perbedaan yang nyata
(p<0,05) antara perlakuan kontrol (A) dengan perlakuan konsentrasi
prebiotik 10% (C) dan 15% (D). Demikian pula terdapat perbedaan yang
nyata (p<0,05) antara perlakuan pemberian prebiotik 5% (B) dengan
pemberian prebiotik 10% (C) dan 15% (D).
Populasi bakteri tertinggi (Gambar 1), terdapat pada konsentrasi
prebiotik 10% (C) sebesar 19,0x105 koloni/mL, disusul pada konsentrasi
prebiotik 15 % (D) sebesar 18,0x105 koloni/mL. Pada perlakuan
pemberian konsentrasi prebiotik 5% (B) dihasilkan populasi bakteri
sebesar 7,4x105 koloni/mL. Sementara populasi terendah dihasilkan oleh
perlakuan kontrol (A) sebesar 2,9x105 koloni/mL.
Gambar 1. Histogram Populasi Bakteri pada Akhir Penelitian
Hasil analisa statistik menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
dari pemberian prebiotik terhadap pertumbuhan populasi probiotik pada
2.90
7.40
19.00 18.00
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
A (0%) B (5%) C (10%) D (15%)
Po
pu
lasi
Ba
kte
ri (
x 1
05
)
Perlakuan
31
juvenil udang vanamei, bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi
prebiotik kacang hijau sampai pada batas 10%, akan meningkatkan juga
pertumbuhan koloni bakteri di usus. Perbedaan ini merupakan respon
positif L. lactis terhadap prebiotik kacang hijau di dalam pakan.
Penambahan prebiotik sampai konsentrasi tertentu dapat
meningkatkan populasi bakteri dalam saluran pencernaan udang uji. Hal
ini disebabkan probiotik mempunyai kemampuan merombak nutrien yang
tidak tercerna oleh tubuh, sehingga prebiotik yang tidak dapat dicerna
dalam saluran pencernaan dimanfaatkan untuk menstimulir pertumbuhan
probiotik. Menurut Schrezenmeir dan Vrese (2001), prebiotik adalah
komponen yang tidak dapat dipisah dari probiotik karena target dari
prebiotik adalah memacu pertumbuhan probiotik. penelitian sebelumnya
juga melaporkan bahwa dari beberapa jenis oligosakarida yang berpotensi
sebagai prebiotik dalam pakan ikan dapat meningkatkan pertumbuhan
dan komposisi probiotik dalam usus (Li dkk., Gatli dkk., Burr dkk.,
Alejandro dkk., Mathius, Mathius dkk., Mahious, Mahious dkk. dalam
Putra, 2010)
Pada konsentrasi prebiotik 15% terjadi penurunan populasi bakteri
dalam saluran pencernaan udang uji disebabkan pada konsentrasi
prebiotik tersebut diduga terjadi persaingan ruang yang mengakibatkan
menurunnya populasi bakteri. Hasil ini hampir sama dengan hasil yang
dilaporkan oleh Xu dkk. (2003), bahwa penambahan 4,0 g/kg
fruktooligosakarida (FOS) dapat meningkatkan pertumbuhan
32
Bifidobacteria dan Lactobacillus, tetapi penambahan sebanyak 8,0 g/kg
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kinerja dan mikroflora
usus atau morfologinya.
2. Aktivitas Enzim protease
Aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan udang uji yang
diberi pakan dengan berbagai konsentrasi kacang hijau sebagai prebiotik
pada akhir pengamatan, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Aktivitas Enzim Protease (UA/mL)
Perlakuan Aktivitas enzim protease
A 0,0029
B 0,00482
C 0,0068
D 0,005
Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan pada aktivitas enzim
protease dalam saluran pencernaan udang uji. Aktivitas enzim protease
tertinggi pada perlakuan konsentrasi prebiotik 10% (C) sebesar 0,068
UA/mL, disusul perlakuan konsentrasi prebiotik 15% (D), perlakuan
konsentrasi prebiotik 5% (B). Konsentrasi enzim protease terendah pada
perlakuan konsentrasi prebiotik 0 % (A), yakni sebesar 0,0029 UA/mL.
Hasil ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi
konsentrasi penggunaan prebiotik pada pakan, dapat meningkatkan
aktivitas enzim protease sampai pada batas konsentrasi prebiotik 10%.
Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan bakteri dalam
33
saluran pencernaan udang uji, seperti yang ditunjukkan pada hasil
pengukuran populasi bakteri (Tabel 2). Namun demikian, hal ini tidak
terjadi pada konsentrasi probiotik yang lebih tinggi (15%). Hal ini diduga
terjadi persaingan dalam ruang dan nutrien. Menurut Xu dkk. (2003),
dengan penambahan prebiotik sebesar 4 g/kg fruktooligosakarida
(prebiotik) akan meningkatkan pertumbuhan probiotik (Bifidobacteria dan
Lactobacillus) sedangkan ketika konsentrasi prebiotiknya (FOS)
ditambahkan menjadi 8 g/kg memberikan hasil yang tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan probiotik di usus.
3. Kecernaan Protein
Hasil pengukuran kecernaan protein oleh udang uji yang diberi pakan
dengan berbagai konsentasi kacang hijau sebagai prebiotik, pada akhir
pengamatan disajikan pada Lampiran 6 data rata-ratanya disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Kecernaan Protein (%)
Perlakuan Rata-rata±SD
A 46,112±2,826ab
B 51,440±3,812a
C 51,731±3,914a
D 34,052±10,537b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan antar
perlakuan (p<0,05)
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai konsentasi kacang hijau sebagai prebiotik berpengaruh nyata
34
(p<0,05) terhadap kecernaan protein pakan oleh udang uji (Lampiran 7).
Hasil uji lanjut W-Tukey menunjukkan bahwa kecernaan protein pakan
pada perlakuan konsentrasi prebiotik 5% (B) tidak berbeda dengan
perlakuan konsentrasi prebiotik 10% (C). Sementara kecernaan protein
pakan pada perlakuan konsentrasi prebiotik 5% (B) berbeda dengan
kecernaan protein pakan pada perlakuan konsentrasi prebiotik 15% (D),
begitupula dengan perlakuan konsentrasi prebiotik 10% (C) berbeda nyata
dengan perlakuan konsentrasi prebiotik 15% (D). Sedangkan perlakuan
tanpa penggunaan prebiotik 0% (A=kontrol) tidak berbeda dengan semua
perlakuan konsentrasi prebiotik.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kecernaan protein tertinggi pada
perlakuan konsentrasi prebiotik 10% (C) dengan nilai kecernaan protein
51,73%, disusul pada perlakuan konsentrasi prebiotik 5% (B) dengan nilai
kecernaan protein sebesar 51,44%, dan perlakuan konsentrasi prebiotik
0% (kontrol) dengan nilai kecernaan protein sebesar 46,11%. Kecernaan
protein terendah pada perlakuan konsentrasi prebiotik 15% (D), yaitu
sebesar 34,05%.
Tingginya tingkat kecernaan pada perlakuan konsentrasi prebiotik 10
dan 5% diduga berhubungan dengan tinggi populasi bakteri (Tabel 2),
yang akhirnya berpengaruh terhadap aktivitas enzim protease (Tabel 3)
dalam saluran pencernaan udang uji. Salah satu fungsi kerja probiotik
dalam saluran pencernaan (Irianto, 2003; Verschuere dkk., 2000) adalah
merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan aktivitas enzim
35
exogenous. Enzim exogenous yang meningkat di dalam saluran
pencernaan akan memperbaiki nilai nutrisi pakan sehingga meningkatkan
kinerja pertumbuhan (Aslamyah; Ziaei dkk.; Wang; Dakar dkk.; Keysami
dkk.; Taoka dkk.; Ghosh dkk.; Singh dkk. dalam Putra 2010).
Aktivitas enzim yang tinggi pada perlakuan konsentrasi prebiotik 10%
berdampak pada tingkat kecernaan protein pakan oleh udang uji, karena
pada konsentrasi tersebut diduga memberikan keseimbangan probiotik
dengan ketersediaan nutrien (prebiotik) di dalam saluran pencernaan. Hal
tersebut akan memacu peningkatan enzim protease. Menurut Atlas dkk.
(1984), mikrob proteolitik adalah mikrob yang mampu menghasilkan enzim
protease yang akan merombak protein menjadi asam amino dan
memanfaatkannya sebagai sumber karbon dan energi untuk
pertumbuhannya.
4. Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Udang Uji
Laju pertumbuhan bobot spesifik (%) udang uji yang diberi pakan
dengan berbagai konsentasi kacang hijau sebagai prebiotik selama 30
hari pemeliharaan disajikan pada Lampiran 8, data rata-ratanya disajikan
pada Gambar 2.
36
Gambar 2. Histogram laju pertumbuhan spesifik udang vaname
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
penggunaan kacang hijau dengan konsentrasi yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik
udang vanamei (Lampiran 9). Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa laju
pertumbuhan bobot spesifik udang uji berkisar 5,41-5,9%/hari selama 30
hari pemeliharaan. Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada laju
pertumbuhan diduga erat kaitannya dengan tingkat kecernaan, dimana
perlakuan konsentrasi prebiotik 0% (A=kontrol) tidak berbeda nyata
dengan semua perlakuan konsentrasi prebiotik lainnya (Tabel 4). Hasil
olah statistik (Lampiran 7) menunjukkan bahwa tingkat kecernaan protein
pada konsentrasi prebiotik 0% (kontrol) tidak berbeda nyata dengan
semua perlakuan (konsentrasi prebiotik 5, 10, dan 15%), sehingga
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik udang uji. Hasil ini
tidak berbeda jauh dengan beberapa penelitian sebelumnya, Suwoyo dan
5.41 5.42 5.907 5.76
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
A (0%) B (5%) C (10%) D (15%)
SG
R (
%)
Perlakuan
37
Markus (2010) dalam penelitiannya dengan penambahan probiotik hasil
fermentasi pada media pemeliharaan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap laju pertumbuhan spesifik udang vanamei. Konsentrasi probiotik
yang digunakan, yaitu 1, 2, dan 4 mg/L dan tanpa pemberian probiotik
(kontrol), dengan laju pertumbuhan spesifik 6,28-6,39% selama masa
pemeliharaan 60 hari.
Tahe (2008) dalam penelitiannya, memperoleh laju pertumbuhan
bobot harian udang vanamei berkisar 5,17-5,27% dengan pengurangan
ransum dalam pakan. Tahe dkk. (2008) dengan perlakuan substrat dasar
yang berbeda pada bak terkontrol, mendapatkan laju pertumbuhan bobot
spesifik udang vanamei sebesar 6,42-6,62%. Gunarto dan Hendrajat
(2008) melakukan budidaya semi intensif selama 98 hari dengan padat
tebar 25 ekor/m2, memperoleh laju pertumbuhan harian sebesar 0,12-0,17
g/hari.
Laju pertumbuhan bobot harian udang vanamei pada beberapa
penelitian sebelumnya berbeda-beda disebabkan beberapa hal,
diantaranya padat penebaran, lama pemeliharaan, ukuran bobot awal
udang, serta wadah/bak yang digunakan dalam pemeliharaan. Menurut
Budiardi (2007) bahwa laju pertumbuhan spesifik udang menurun seiring
peningkatan bobot rata-rata udang dan meningkatnya masa
pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang vanamei yang dipelihara
secara intensif dengan kepadatan 70-100 ekor/m2, pada umur 1-40 hari
laju pertumbuhan spesifiknya berkisar 14,16-15,62%/hari, Umur 40-70 hari
38
berkisar 3,53-4,46%/hari, dan umur 70-100 hari 0,31-1,55%/hari. Tahe
dkk. (2009) melaporkan rata-rata bobot udang vanamei sebesar 0,77
g/ekor dengan masa pemeliharaan 45 hari, mendapatkan laju
pertumbuhan spesifik 8,56%/hari. Rata-rata bobot udang 0,41 g/ekor
dengan masa pemeliharaan 30 hari, laju pertumbuhan spesifiknya
sebesar 12,33%. Sedangkan rata-rata bobot udang 0,14 g/ekor dengan
masa pemeliharaan 15 hari mendapatkan laju pertumbuhan spesifik
sebesar 17,89%/hari.
Parameter lain yang juga diduga berhubungan dengan laju
pertumbuhan adalah kadar amonia (NH3) yang cukup tinggi pada masing-
masing perlakuan (Lampiran 11) yang berkisar 0,9-1,5 ppm. Tingginya
kadar amonia (NH3) selama percobaan dapat juga mengakibatkan protein
yang terserap lebih banyak digunakan untuk beradaptasi
mempertahankan fungsi sel tubuh (Usman, 2000), sehingga kurang yang
terkonversi menjadi jaringan dan pertumbuhan menjadi lambat.
5. Parameter Kualitas Air
Kisaran parameter kualitas air yang diamati selama penelitian
disajikan pada Tabel 5.
39
Tabel 5. Parameter Kualitas Air Selama Percobaan
Parameter Perlakuan
A B C D
Suhu (0C) 26 26 26 26
pH 7,22-7,24 7,22-7,28 7,22-7,25 7,25-7,26
Salinitas (ppt) 26-27 25-27 26-27 25-26
DO (ppm) 5,7-5,8 5,8-5,9 5,7-5,8 5,7-6,0
Amonia (NH3) 1,3-1,6 0,9-1,8 0,4-1,4 0,9-1,5
Tabel 5 menunjukkan bahwa kisaran parameter kualitas air selama
percobaan masih dalam kisaran kelayakan pertumbuhan udang vanamei.
Kisaran kualitas air yang optimal untuk pertumbuhan udang vanamei,
yaitu suhu 26-320 C, salinitas 5-30 ppt, pH 7,5-8,5, DO 4-6 ppm (Haliman
dan Adijaya, 2008; H. Kordi, 2010), kecuali nilai parameter amonia (NH3).
Konsentrasi amonia (NH3) yang berkisar 0,9-1,8 ppm merupakan
konsentrasi yang tidak memenuhi standar kelayakan hidup bagi umumnya
biota perairan.
Menurut Liviawaty dan Afrianto (1998) konsentrasi amonia di bawah
0,02 ppm masih aman bagi sebahagian besar ikan, dan konsentrasi yang
lebih besar dari angka tersebut bisa menyebabkan keracunan pada ikan.
Kadar amonia (NH3) ini juga diduga memberi pengaruh terhadap laju
pertumbuhan udang yang lambat karena energi yang dihasilkan dari
proses metabolisme banyak yang digunakan untuk mempertahankan
fungsi sel-sel tubuhnya, sehingga kurang yang terkonversi menjadi sel
tubuh.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian sebagai berikut :
1. Populasi bakteri L. lactis meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi prebiotik kacang hijau sampai pada konsentrasi 10%
dalam pakan,
2. Aktivitas kerja enzim protease meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi prebiotik kacang hijau sampai pada
konsentrasi 10% dalam pakan,
3. Nilai kecernaan protein pakan meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi prebiotik kacang hijau sampai pada
konsentrasi 10% dalam pakan.
4. Perbedaan konsentrasi prebiotik dalam pakan tidak memberikan
pertumbuhan yang berbeda pada udang vanamei.
B. Saran
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka
disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penggunaan kacang hijau sebagai prebiotik untuk meningkatkan
kinerja probiotik L. lactis dengan konsentrasi tidak lebih dari 10%.
41
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap parameter yang
mempengaruhi aktivitas enzim pencernaan dengan penggunaan
probiotik L. lactis dan prebiotik kacang hijau.
3. Untuk lebih mengoptimalkan kualitas air media pemeliharaan dan laju
pertumbuhan sebaiknya menggunakan sistem resirkulasi air.
42
DAFTAR PUSTAKA
Affandi. R, Mokoginta. I, dan Suprayudi. A. 1994. Perkembangan enzim pencernaan benih ikan gurame, Osphronemus gouramy L. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 2:63-71.
Afrianto E. dan Liviawaty E., 1998. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.
Kanisius. Yogyakarta. Amin. M dan Mansyur. A., 2010. Pertumbuhan Plankton pada Aplikasi
Probiotik dalam Pemeliharaan Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) di Bak Terkontrol. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros.
Aslamyah S., 2006. Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan sebagai
Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Audesirk, T. dan Audesirk G., 1999. Nutritions and Digestion. In: Biology,
Life on Earth. 5th
edition. International Edition. Prentice-Hall. USA 570-59 pp.
Bergmeyer. H.U dan Grassi. M., 1983. Methods of Enzymatic Analysis.
Volume ke-2 Weinheim: Verlag Chemie. Borlongan. T.G., 1990. Studies on the Lipases of Milkfish (Chanos
chanos). Akuakultur 89:315-325. Budiardi T., 2007. Keterkaitan Produksi dengan Beban Masukan Bahan
Organik pada Sistem Budidaya Intensif Udang Vaname (Litopenaeus vannamei Boone 1931). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Cousin. J.C.B., Baudin F.-Laurence dan Gabaudan J., 1987. Ontogeny of enzymatic activities in fed and fasting turbot (Scophthalmus maximus. L. J). Fish Biology., 30:15-33.
Crittenden, R.G., 1999. Prebiotics In: Probiotics: A Critical Review. Horizon Scientific Press, Wymondham pp. 141 – 156.
43
Effendi. I., 1995. Perkembangan enzim pencernaan larva ikan betutu, (Oxyeleotris marmorata Belkr). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal.
Fratiwi, Yulneriwarni dan Noverita, 2008. Fermentasi Kefir dari Susu
Kacang-kacangan. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta. Vis Vitalis, Vol. 01 No. 2, Thn 2008.
Garabal, J.I., Alonso, P.R., dan Centeno, J.A., 2007. Characterization of
lactic acid bacteria isolated from raw cow’s milk cheeses currently produced in Galicia (NW Spain). Swiss Soc. of Food Sci. and Technol.
Gawlicka, AB. Parent, M.H. Horn, N. Ross, I. Opstad dan Torrissen O.J.,
2000. Activity of Digestive Enzyme in Yolk Sac Larvae of Atlantic Halibut (Hippoglossus hippoglossus) : Indication of Readiness for First Feeding. Aquaculture 184:303-314.
Gilliland S.E., 1990. Health and Nutritional Benefits from Lactic Acid
Bacteria. FEMS Microbiol Rev. 7 (1-2): 175-88. Gunarto dan Hendrajat E.A., 2008. Budidaya Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Pola Semi-intensif dengan Aplikasi Beberapa Jenis Probiotik komersial. Jurnal Riset Akuakultur, 3(3):339-349.
Haliman R.W. dan Adijaya D.S., 2008. Udang vannamei. Penebar
Swadaya. Jakarta. 75 Halaman. Halver J.E. dan Hardy R.W., 2002. Fish Nutrition. Academic Press. United
States. Handajani H. Dan Widodo W., 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press Malang. 270
Halaman. Hardjamulia A., Prihadi T.H. dan Subagyo, 1986. Pengaruh salinitas
terhadap Pertumbuhan dan Daya Kelangsungan hidup benih Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchti). Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. 5(1):111-117
Haryati T., 2011. Probiotik dan Prebiotik sebagai Pakan Imbuhan
Nonruminansia. Wartazoa Vol. 21 No. 3 Th. 2011. Bogor. Hepher. B., 1988. Nutrition of Pond Fishes. Cambrige University Press.
Cambrige. New York. 388 p.
44
Hidalgo. M.C, Urea. E, Sanz. A., 1999. Comparative Study of Digestive Enzymes in Fish with Different Nutritional Habits. Proteolitic and Amylase Activities. Aquaculture 170:267-283.
Irianto A., 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. 125
Halaman.
Irianto, A. 2007. Potensi Mikroorganisma : Di Atas Langit Ada Langit. Ringkasan Orasi Ilmiah di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman Tanggal 12 Mei.
Jonas. E., M. Ragyanszki, J. Olah dan Boross. 1983. Proteolytic Digestive
Enzymes of Carnivorous (Silirus glanis L) Herbivorous (Hypophthalmichthys molitrix Val), and Omnivorous (Cyprinus carpio L) Fishes. Aquaculture. 30:145-154.
Kementerian Kelautan Perikanan, 2012. Budidaya Udang vannamei.
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7519/Budidaya-Udang-Vannamei. 12 Juni 2013.
Kordi M.G.H.K., 2010. Pakan Udang. Akademia. Jakarta. Mansyur A. dan Malik A. T., 2008. Probiotik : Pemanfaatannya untuk Pakan
Ikan Berkualitas Rendah. Media Akuakultur Volume 3 Nomor 2. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros
McFadden, C. H dan Keeton W.T., 1995. Nutrient Procurement in
Heterotrophic Organism. In: Biology, an Exploration of Life. Cornell University. W.W. Norton and Company. 343372 pp.
Murni, 2004. Pengaruh Penambahan Bakteri Probiotik Bacillus sp. dalam
Pakan Buatan terhadap Aktivitas Enzim Pencernaan, Efesiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Gurame. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nopitawati T, 2010. Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan
untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Overmire, T. G., 1986. Nutrition. In: The World of Biology. John Wiley and
Sons. Inc. 149-168 pp. Patterson, J.A dan Burkholder K.M., 2003. Prebiotic Feed Additives:
Rational and use in Pigs. Proc. 9th Int. Symp. Digest Physiol. Pigs. Banff, Alberta, Canada.pp. 319 – 332.
45
Piraino, P., Zotta, T., Ricciardi, A., McSweeney, P.L.H. dan Parente, E., 2008. Acids production, proteolysis, autolytic and inhibitory properties of lactic acid bacteria isolated from pasta filata cheese: A multivariate screening study. Int. Dairy Journal 18: 81-92
Poliana J. dan MacCabe A.P,. 2007. Industrial Enzymes; Structure,
Function, and Applications. Dordrecht: Springer. Halaman: 20-22. ISBN 978-1-4020-5376-4
Purves, W.K., Orians G.H., dan Heller H.C., 1992. Animal Nutrition. In:
Life: the Science of Biology. Sinauer Assc. 935-961 pp. Puspita D., Prasetyo B. dan Uktolseja J.L.A,, 2012. Viabilitas Keringan
Beku Bakteri Asam Laktat untuk Inokulan Probiotik Pakan ikan. Pascasarjana. Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
Putra A.N., 2010. Aplikasi Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik untuk
Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Bogor; Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Riyanto Y., 2002. Pengaruh Kultur Sel dan Metabolit terhadap Aktivitas
Antimikotik Bakteri Asam Laktat. Skripsi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ruzanna, 2011. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Penghasil
Antibakteri dari Feses Bayi. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Schrezenmeir J. dan Vrese M., 2001. Probiotics, Prebiotics dan Synbiotic-
Approaching a Definitions. American Journal of Clinical Nutrition. 73:2;361-364.
Supriyono T., 2008. Kandungan Beta Karoten, Polifenol Total dan Aktivitas
”Merantas” Radikal Bebas Kefir Susu Kacang Hijau (vigna radiata) Oleh Pengaruh Jumlah Starter (Lactobacillus bulgaricus dan Candida kefir) dan Konsentrasi Glukosa. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Malang.
Suwoyo H.S. dan Markus M., 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi
Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. BRPBAP. Maros.
46
Tahe S., 2008. Pengaruh Starvasi Ransum Pakan terhadap Pertumbuhan, Sintasan dan Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dalam Wadah Terkontrol. Jurnal Riset Akuakultur, 1(3):401.
Tahe S., Suwoyo H.S., dan Mansyur A., 2008. Pengaruh Substrat Dasar
Terhadap Pertumbuhan, Sintasan, dan Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Skala Laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Perikanan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Halaman 391-399.
Tahe S., Mangampa M., dan Suwoyo HS., 2009. Pengaruh Lama
Pemeliharaan terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Sistem Pentokolan. Makalah pada Forum Inovasi teknologi Akuakultur (FITA). Surabaya 23-25 Juni 2009. 12 Halaman.
Takeuchi T., 1988. Laboratory Work, Chemical Evaluation of Dietary
Nutrients. Di dalam : Watanabe T, Editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo : departement of Aquatic Biosciences, University of Fisheries. Hlm 179-288.
Teubeur M., 1995. The Genus Lactococcus. Di dalam: BJB Wood dan WH
Holzaptel, editor. The Genera of Lactic Acid Bacteria. Ed. Ke-2. Glasgow: Blakie Akademik dan Professional. Halaman 173-231.
Usman, 2000. Kebutuhan Protein Pakan untuk Pembesaran Ikan
karnivora. Makalah Mata Kuliah Nutrisi Ikan. Ilmu Perairan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Verschuere L., Rombaut G., Sorgeloos P., Verstraete W., 2000. Probiotik
Bacteria as Biological Control Agents in Aquaculture. Microbiological and Molecular Biology Review, 64:655-671.
Watanabe, W.O., 1988. Larvae and Larval Culture. Pages: 117-152 in
C.S. Lee., M.S. Gordon and W.O. Watanabe (Editors). Aquaculture of Milkfish (Chanos-chanos): State of the Art. Oceanic Institute Hawai.
Watanabe dan Hayano K., 1994. Estimate of the Source of Soil Protease
in Upland Fields. Biol Fertil Soils 18:341-346. Wawan-junaidi.blogspot.com/2009/11/Kandungan Gizi dan Manfaat
Kacang Kedelai. 2013. Widanarni, Meha D., Nuryati S., Sukenda., dan Suwanto A., 2004. Uji
Patogenisitas Vibrio harveyi pada Larva Udang Windu Menggunakan
47
Resisten Rifampisin sebagai Penanda Molekuler. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3(3):23-27.
Widowati S dan Misgiyarta, 2003. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein/susu Nabati. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.
Willard, M.D., Simpson R.B., Cohen N.D., dan Clancy J.S., 2000. Effects of Dietary Fructooligosaccharide on Selected Bacterial Populations in Feces of Dogs. Am. J. Vet. Res. 61: 820 – 825.
Xu, Z.R., Hu C.H., Xia M.S., Zhan X.A., dan Wang M.Q., 2003. Effects of
Dietary Fructooligosaccharides on Digestive Enzyme Activities, Intestinal Microflora and Morphology of Male Broiler. Poult. Sci. 82: 1030 –1036.
Yusmarini, Indrati R., Utami T., dan Marsono Y., 2009. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Asam Laktat Proteolitik dari Susu Kedelai yang Terfermentasi Spontan. Jurnal Natur Indonesia 12(1).
48
Lampiran 1 . Prosedur Kerja Analisis Aktivitas Enzim Protease
Perlakuan Blanko Standar Sampel
- Buffer borat 1,0 1,0 1,0
- Substrat kasein (20 mg/mL pH 8,0) 1,0 1,0 1,0
- HCl (0,05 mg/mL) 0,2 0,2 0,2
- Enzim dalam CaCl2 (10 mmol/L) - - 0,2
- Tirosin standar (5 mmol/L) - 0,2 -
- Akuades 0,2 - -
Diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37o C selama 10 menit
- TCA (0,1 M) 3,0 3,0 3,0
- Akuades - - 0,2
- Enzim dalam CaCl2 (10 mmol/L) 0,2 0,2 -
Diamkan pada suhu 37o C selama 10 menit, selanjutnya disentrifius dengan
kecepatan 3500 rpm selama 10 menit
- Filtrat 1,5 1,5 1,5
- Na2CO3 (0,4 M) 5,0 5,0 5,0
- Folin ciocalteau 1,0 1,0 1,0
Diamkan pada suhu 37o C selama 20 menit, kemudian baca absorbansinya
pada panjang gelombang 280 nm
49
Lampiran 2. Data Populasi Bakteri (koloni/mL)
Ulangan Perlakuan
A B C D
1 1,6x105 7,1x105 1,9x106 1,8x106
2 2,2x105 9,9x105 2,4x106 1,8x106
3 4,9x105 5,3x105 1,4x106 1,8x106
Total 8,8x105 2,2x106 5,7x106 5,4x106
Rerata 2,9x105 7,4x105 1,9x106 1,8x106
Lampiran 4. Analisis Ragam (ANOVA) Populasi Bakteri Gambaran populasi bakteri
Perlakuan N Nilai rata-rata SD SE interval nilai pd tk kprcyaan 95% Bts bwh Bts atas Minim Maks
A 3 292,33 175,586 101,374 -143,85 728,51 162 492
B 3 740,33 231,805 133,832 164,50 1316,17 527 987
C 3 1901,00 468,501 270,489 737,18 3064,82 1433 2370
D 3 1783,87 28,868 16,667 1711,96 1855,38 1767 1817
Total 12 1179,33 751,139 216,835 702,08 1616,58 162 2370
Uji kehomogenan data
Levene statistic df1 df2 Sig.
1,904 3 8 ,207
50
ANOVA
JK db KT F Sig.
Perlakuan 5596535 3 1865511,556 24,475 ,000
Galat 609780 8 76222,500
Total 6206315 11
Uji W-Tukey
(i) Perlakuan (j) Perlakuan Nilai perbedaan SE Sig. Interval t.kprcayaan 95% Bts bwh bts atas
A B -448,000 225,422 ,268 -1169,88 273,88
C -1608,667* 225,422 ,000 -2330,55 -886,79
D -1491,333* 225,422 ,001 -2213,21 -769,45
B A 448,000 225,422 ,268 -273,88 1169,88
C -1160,667* 225,422 ,004 -1882,55 -438,79
D -1043,333 225,422 ,007 -1765,21 -321,45
C A 1608,667
* 225,422 ,000 886,79 2330,55
B 1160,667* 225,422 ,004 438,79 1882,55
D 117,333 225,422 ,952 -604,55 839,21
D A 1491,333
* 225,422 ,001 769,45 2213,21
B 1043,333* 225,422 ,007 321,45 1765,21
C -117,333 225,422 ,952 -839,21 604,55
* Nilai rata-rata berbeda pada taraf nyata ,05
51
Lampiran 4. Hasil Proksimat Pakan Uji
Parameter A B C D
Air (%) 9,73 10,15 10,01 10,34
Protein (%) 37,30 44,10 44,22 42,18
Lemak (%) 8,45 8,68 7,38 6,13
Serat kasar (%) 23,66 25,91 29,43 21,28
Abu (%) 13,52 13,56 13,84 13,46
BETN 17,07 7,75 5,13 16,95
Energi pakan (kkacl) 368,37 428,72 431,77 376,49
Lam piran 5. Hasil Uji Nutrisi pada Feses
Kode Parameter (%)
Air protein lemak krom
A1 10,36 30,89 1,37 0,21
A2 10,10 29,84 1,61 0,19
A3 10,50 32,66 1,56 0,20
B1 11,22 28,64 2,87 0,17
B2 9,39 30,93 2,74 0,19
B3 11,05 27,48 2,45 0,19
C1 9,37 20,50 2,66 0,17
C2 10,05 20,84 2,97 0,15
C3 9,48 23,11 2,42 0,19
D1 9,28 24,01 2,49 0,17
D2 9,88 27,50 2,73 0,14
D3 9,77 29,06 2,68 0,11
52
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Kecernaan Protein (%)
Ulangan Perlakuan A B C D
1 49,128 48,427 54,186 43,747
2 45,684 50,166 47,217 35,570
3 43,524 55,725 53,790 22,837
Total 138,336 154,319, 155,193 102,155
Rerata 46,112 51,440 51,731 34,053
Lampiran 7. Analisis Ragam (ANOVA) Nilai Kecernaan Protein
Gambaran kecernaan protein
Perlakuan N Mean SD SE interval mean pd tk kprcayaan 95% Bts bwh Bts atas Min. Maks.
A 3 46,112 2,8264 1,6318 39,0908 53,1332 43,524 49,128
B 3 51,4393 3,8120 2,2009 41,9698 60,9088 48,427 55,725
C 3 51,7310 3,9143 2,2599 42,0075 61,4545 47,217 54,186
D 3 34,0513 10,5374 6,0838 7,8750 60,2277 22,837 55,725
ANOVA
JK db KT F Sig.
Perlakuan 615,309 3 205,103 5,511 ,024
Galat 297,756 8 37,219
Total 913,065 11
53
Uji W-Tukey
(i) perlakuan (j) perlakuan Nilai perbedaan SE Sig. Interval T.kprcayaan 95%
Bts bwh Bts atas
A B -5,3273 4,9813 ,716 -21,2791 10,6244
C -5,6190 4,9813 ,684 -21,5708 10,3328
D 12,0607 4,9813 ,150 -3,8911 28,0124
B A 5,3273 4,9813 ,716 -10,6244 21,2791
C -,2917 4,9813 1,000 -16,2434 15,6601
D 17,3880* 4,9813 ,033 1,4363 33,3398
C A 5,6190 4,9813 ,684 -10,3328 21,5708
B ,2917 4,9813 1,000 -15,6601 16,2434
D 17,6797* 4,9813 ,031 1,7279 33,6314
D A -12,0607 4,9813 ,150 -28,0124 3,8911
B -17,3880* 4,9813 ,033 -33,3398 -1,4362
C -17,6797* 4,9813 ,031 -33,6314 -1,7279
* Nilai rata-rata berbeda nyata pada taraf 0,05
54
Lampiran 8. Data Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%/hari)
Perlakuan Bobot awal Bobot akhir lnWt lnWo SGR Rerata
A1 0,9841 5,0538 1,6166 -0,0160 5,44
A2 1,0887 5,8608 1,7683 0,0850 5,61 5,41
A3 1,1058 5,2042 1,6495 0,1006 5,16
B1 1,7973 7,3405 1,9934 0,5863 4,69
B2 0,9334 5,6124 1,7250 -0,0690 5,98 5,42
B3 1,2631 5,7727 1,9129 0,2340 5,60
C1 1.1393 6,7726 1,9130 1,1304 5,94
C2 1,1547 7,045 1,9523 0,1438 6,03 5,907
C3 1,2704 7,1345 1,9649 0,2393 5,75 D1 1,1919 5,421 1,6903 0,1756 5,05
D2 1,1626 7,0265 1,9497 0,1507 5,60 5,756
D3 1,0786 6,9745 1,9423 0,0757 6,22
55
Lampiran 9. Analisis Ragam (ANOVA) Laju PertumbuhanSpesifik
Gambaran laju pertumbuhan bobot spesifik
Perlakuan N Mean SD SE Interval mean pd t.kprcayaan 95%
Bts bwh Bts atas Min. Maks.
A 3 5,4033 ,2272 ,1312 4,8389 5,9678 5,16 5,61
B 3 5,4233 ,6629 ,3827 3,7766 7,0701 4,69 5,98
C 3 5,9067 ,1430 ,0825 5,5516 6,2618 5,75 6,03
D 3 5,7567 ,6218 ,3590 4,2120 7,3013 5,05 6,22
Total 12 5,6225 ,4628 ,1336 5,3285 5,9165 4,69 6,22
ANOVA
JK db KT F Sig.
Perlakuan ,559 3 ,186 ,830 ,514
Galat 1,796 8 ,225
Total 2,356 11
56
Lampiran 10. Komposisi Zat Gizi Kacang Hijau dan Kedelai per 100 g Bahan
Komponen Kacang hijau Kacang kedelai
Energi (kal) 345 331
Protein (g) 22,2 34,9
Lemak (g) 1,2 18,1
Karbohidrat (g) 62,9 34,8
Kalsium (mg) 125 227
Fosfor (mg) 320 595
Besi (mg) 6,7 8
Vitamin A (SI) 20 14
Vitamin C (mg) 6 0
Vitamin B1 (mg) 0,64 1,07
Air (g) 10 7,5
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1994.
57
Lampiran 11. Data Amonia (NH3) Selama Percobaan
Perlakuan Awal Tengah Akhir
A1 0,043 3,253 1,103
A2 0,043 3,46 0,52
A3 0,043 3,636 0,371
B1 0,043 3,915 1,245
B2 0,043 2,456 0,19
B3 0,043 3,342 0,401
C1 0,043 3,248 0,551
C2 0,043 0,662 0,361
C3 0,043 3,486 0,116
D1 0,043 1,355 1,200
D2 0,043 2,63 0,545
D3 0,043 2,351 1,808