BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : an. RA
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Mojotengah
Nomor CM : 629223
Tgl masuk RS : 24 Mei 2015
Tgl keluar RS : 2 Mei 2015
Diagnosis masuk : Abdominal Pain
ddx appendicitis akut, appendicitis perforasi
Diagnosis keluar : Appendicitis Infiltrat
B. Anamnesis
1. Keluhan utama : nyeri perut region bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut region bawah sudah 1
minggu yang lalu. Nyeri terus menerus dan semakin bertambah.
Muntah(-), demam(+), mual(-), BAK normal, BAB(+) cair 2 kali
SMRS, fluatus(+). Pasien mengeluhkan sebelumnya awal nyeri perut
hanya di region kuadran kanan bawah ±1 minggu. Kemudian nyeri
beralih ke kuadran kiri 1 hari yang lalu. Pasien belum melakukan
pengobatan.
3. Anamnesis sistem :
Sistem serebrospinal :keadaan sadar (compos mentis).
Sistem kardiovaskular :tidak nyeri dada.
Sistem respiratori :sesak(-), batuk(-) dan pilek(-).
Sistem gastrointestinal :Mual(-), fluatus(+), muntah(-),BAB(+) cair.
Sistem urogenital :BAK(+) tidak ada keluhan.
1
Sistem intergumentum :tidak ada bentol-bentol kemerahan di
badan, kaki dan tangan serta tidak terasa
gatal.
Sistem musculoskeletal :tidak ada edem, nyeri, deformitas dan
fraktur.
Sistem kejiwaan :sadar penuh
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : tampak kesakitan
b. Kesadaran : compos mentis
c. Vital Sign
Tekanan darah : 110/60
Respirasi : 28x/menit, tipe thorakoabdomen
Nadi : 92x/menit, teratur, cepat dan tidak kuat
angkat
Suhu : 38,20C
Berat badan : 24 kg
d. Status Generalis
1) Kulit
Warna : coklat sawo matang
Sianosis : (-)
Ikterik : (-)
Turgor : baik, kembali cepat
Hipopigmentasi: (-)
Hiperpigmentasi: (-)
2) Kepala
Bentuk : mesochepal, simetris, tidak ada deformitas,
Rambut : dominan hitam
Facial : tampak pucat
Mata : conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-),
mata merah (-), isokor pupil kanan & kiri,
2
reflex cahaya (+), edema palpebra (-).
Telinga : pendengaran baik, tidak ada cairan yang
keluar.
Hidung : tidak ada deformitas, secret (-), inflamasi (-
), nafas cuping hidung (+), epistaksis (-).
Mulut : bibir tampak pucat dan kering, stomatitis (-
), lidah kotor (-), lidah putih(-), atrofi papil
lidah (-).
3) Leher
Bentuk : simetris
Massa : (-)
JVP : (-)
pembesaran kelenjar limfonodi (-).
4) Thorax
Inspeksi :
Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi,
penggembanggan paru (+) iktus kordis (-), petekie (-).
Palpasi :
Vocal fremitus kanan dan kiri seimbang, tidak ada
pembesaran limfonodi aksilla dekstra, tidak teraba iktus
kordis.
Perkusi :
Sonor (+) pada paru kanan kiri,
Auskultasi :
Suara dalam vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-).
Suara jantung S1-S2 reguler murni, murmur (-), gallop (-).
5) Abdomen (status lokalis)
Inspeksi :
Kembung(-), tidak ada benjolan dan tanda-tanda radang.
Auskultasi :
Bunyi usus (+) meningkat.
3
Perkusi :
Timpani (+) dan redup/pekak pada kuadran kanan bawah.
Palpasi :
Nyeri tekan Mc.burney (+), teraba seperti massa dan
tahanan pada kuadran kanan bawah, nyeri ketok ginjal (-),
psoas sign (+).
6) Ekstermitas
Ekstermitas superior dan inferior tidak ditemukan edem, akral
dingin (+), nyeri sendi (-).
5. Laboratorium
Pemeriksaan 24/5/2015 28/5/2015 29/5/2015 Nilai Rujukan
Haemoglobin (g/dL) 12,3 10,5 11,6 13,2-17,3Leukosit (10^3/uL) 27,0 30,6 27,6 4,5-12,5DIFF COUNTEosinofil % 0,90 1,00 - 2-4
Basofil % 0,10 0,10 - 0-1Netrofil % 75,50 79,90 - 50-70
Limfosit % 13,60 15,50 - 25-40Monosit % 9,90 3,50 - 2-8
Hematokrit % 35 31 33 40-52Eritrosit (10^6/uL) 4,2 3,7 4,0 4,40-5,90
Trombosit (10^3/uL) 644 758 981 150-400
MCV (fl) 82 84 82 80-100MCH (pg) 29 29 29 26-34
MCHC (g/dL) 36 34 36 32-36Kimia Klinik - - -Albumin (g/dL) - - - 135-147Ureum (mg/dL) 16,5 - - <50Keratin (mg/dL) 0,46 - - 0,40-0,90SGOT (U/L) 15,0 - - 0-50SGPT (U/L) 8,0 - - 0-50
6. Differential Diagnosis
Appendisitis Infiltrat
4
Abses Periapendikuler
Limfadenitis
Tumor sekum
Tumor Apendix
7. Diagnosis
Appendicitis Infiltrat walling off fixed
8. Terapi
Infus RL 20 tpm
Inj. Metronidazole 3x1
Inf. Cefotaxim 3x500mg
Inj.ketorolac 2x1
Operatif : apendektomi
9. Perjalanan penyakit dan instruksi dokterTgl Subyektif Obyekti Assesment Plan24/5/2015 Nyeri perut
bagian bawah sejak 1 minggu yll. Fluatus (+), BAB(+)2x cair, nyeri BAK(-), mual(-), muntah(-), demam(+)
Nadi: 84, RR: 26, T : 37,6Ku: CMStatus lokalis:Supel(+),BU(+) meningkat, timpani (+), pekak area kanan bawah, Nyeri tekan Mc.burney(+),
Susp. Apendisitis
USG AbdomenInfus RL 20 tpmInf. Cefotaxim 3x500mgInj. Metronidazole 3x250mg
25/5/2015 Nyeri perut (+), BAB cair 1x, fluatus susah, tidak mual dan muntah
Nadi : 102, RR :24, T : 38,4KU : CMStatus lokalis:Supel(+), BU(+) meningkat, timpani (+), pekak area kanan bawah, Nyeri tekan Mc.burney (+),
Appendicitis infiltrat
Infus RL 20 tpmInf.Cefotaxim 3x500mgInf.sanmol 3x300mgInj.Metronidazole 3x250mg
5
26/5/2015 Nyeeri perut, fluatus(+), BAB cair 2x, ampas(+) warna kuning, darah (-), lender(-), muntah(-), mual(-)
Nadi : 80, RR : 20, T: 36,5KU:CMStatus lokalis :Supel(+), BU(+) meningkat, timpani (+), pekak area kanan bawah, Nyeri tekan Mc.burney (+),
Appendicitis infiltrat
Infus RL 20 tpmInf.Cefotaxim 3x500mgInf.sanmol 3x300mgInj.Metronidazole 3x250mg
27/5/2015 Nyeri perut, fluatus(+), BAB cair 4x warna kuning, tidak ada darah dan lender. Tidak muntah dan mual.
Nadi : 84, RR : 20, T: 36,8KU:CMStatus lokalis :Supel(+), BU(+) meningkat, timpani (+), pekak area kanan bawah, Nyeri tekan Mc.burney (+),
Appendicitis infiltrat
Infus RL 20 tpmInf.Cefotaxim 3x500mgInf.sanmol 3x300mgInj.Metronidazole 3x250mg
28/5/2015 Nyeri perut, fluatus(+), BAB cair 2x warna kuning, tidak ada darah dan lender. Tidak muntah dan mual.
Nadi : 88, RR : 20, T: 36,7KU:CMStatus lokalis :Supel(+), BU(+) meningkat, timpani (+), pekak area kanan bawah, Nyeri tekan Mc.burney (+),
Appendicitis infiltrat
Pro OpInfus RL 20 tpmInf.Cefotaxim 3x500mgInf.sanmol 3x300mgInj.Metronidazole 3x250mg
29/5/2015 Fluatus(+), BAB(-), nyeri pada luka, mual(-)
Nadi : 88, RR : 20, T: 36,7KU:CMStatus lokalis :Supel(+), BU(+) N, timpani (+), nyeri tekan areapost.OP
Post op.laparatomi apendiktomi e.c. appendicitis infiltrat
Infus Kaen3BInfus D5Inf.Cefotaxim 3x500mgInInj.Metronidazole 3x250mgInj.Ketorolac 3x10mg
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
10 sampai 30 tahun.1
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.2
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks
dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis.3
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon atau massa periapendikular yang melekat
erat satu dengan yang lainnya.4
B. Anatomi
7
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di sekum.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Basis
appendiks terletak di bagian posterio medial caecum, di bawah katup ileocaecal.
Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks. Apendiks verviformis
disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi
a.Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5cm dari katup
ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai
pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.4
8
Figure 1 apendiks
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuker) dan
serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal menutup caecum dan apendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan lymphe. Antara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa
terdiri dari satu lapis columnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.4
Apendiks menghasilkan lender/mucus 1-2ml per hari. Lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.4 Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin
ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan seluruh tubuh.2
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Jaringan lymphoid pertama
9
kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat
selama masa pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di
apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.2
Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%,
subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan
postileal (di belakang usus halus) 0,4%.2
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri
apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri
appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka
appendiks mengalami ganggren.2
10
Figure 2 posisi apendiks (a.turun ke dalam pelvis minor, b.retrosekal, c.preileal, d.retroileal)
C. Patofisiologi Appendicitis
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua
lapisan lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal 24-48 jam pertama
terjadinya appendicitis. Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin
lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.4
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga terbentuk suatu
massa local (massa perapendikular) yang disebut infiltrate apendikularis.
11
Apendisitis infiltrate terdapat proses walling off sehingga terbentuknya
massa periapendikular di region kanan bawah dikarenakan upaya dari tubuh
berusaha membatasi proses radang ini dengan omentum, usus halus, atau adneksa.
Proses terbentuknya massa periapendikular akibat walling off tidak didapatkan
pada semua jenis apendisitis, hal ini diakibatkan dari cepat lambat respon daya
tahan tubuh individu, proses peradangan, virulensi mikroorganisme dan kerja
omentum.
Di dalam massa periapendikular, dapat terbentuk abses dan terjadinya
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang dan akan mengurai diri secara lambat. Pada
massa periapendikular dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh
peritonitis purulenta generalisata. Sehingga, pada massa periapendikuler yang
masih bebas (mobile) sebaiknada massa periapendikular dengan pembentukan
dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Sehingga,
pada massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaikna segera dioperasi.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.2
D. Manifestasi klinis
12
1. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat.
Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh
abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama.
Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang
berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi
sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa
nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak.
2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi,
diare.
4. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila
posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa
nyeri. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum.
5. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada
kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus
dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi apendiks.
13
6. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
7. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah
kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran
kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.
Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien
memburuk.
8. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
9. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks
10. Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi
articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium
11. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi
usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami
gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks.3
14
12. Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan nyeri tekan pada arah jam 9
dan 12.
E. Klasifikasi
1. Appendicitis Akut
a) Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema,
dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.
Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat
normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.5
b) Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
15
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.5
c) Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren
pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang
purulen.5
Pada appendicitis akut dapat menggunakan Alvarado score antara
lain; mual-muntah 1, anoreksia 1, nyeri tekan Mc.burney 2, nyeri
alih 1, demam >37,5oC 1, leukositosis 2, leukosit segmen >70% 1.
Jika didapatkan total skore 1-4 berarti bukan apendisitis akut, 5-7
masih ragu-ragu apendisitis akut, 7-10 artinya pasti apendisitis
akut.6
2. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.5 apendisitis infiltrate dibagi 2
16
jenis antara lain apendisitis infiltrate mobile dan apendisitis infiltrar
fixed.
a) Apendisitis Infiltrat Mobile merupakan massa periapendikular yang
masih bebas pada region kanan bawah. Sebaiknya dilakukan
pengangkatan secepatnya sehingga tidak terjadi perlengkatan
dengan sekitarnya.
b) Apendisitis Infiltrar Fixed merupakan massa periapendikular telah
terjadi perlengkatan dengan sekitarnya. Jika dilakukan
pengangkatan apendisitis jenis ini dapat menyebabkan perforasi
dari usus. Sehingga apendisitis infiltrate fixed sebaiknya diberikan
antibiotic terlebih dahulu.
3. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.5 gejalanya diantaranya kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,
serta bertambahnya angka leukosit.2
4. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.5 perforasi apendik akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam
17
tinggi, nyeri semakin hebat yang meliputi seluruh tubuh, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Peristaltic usus menurun sampai
menghilang akibat ileus paralitik.
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme
dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.
Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis
propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.5
F. Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi
ditutupi oleh omentum.2
2. Perforasi
18
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.2
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.2
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
Apendisitis infiltrate mobile sebaiknya dilakukan operasi secepat
mungkin. Jika apendisitis infiltat fixed maka dilakukan perawatan
19
terlebih dahulu dan diberikan antibiotic kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob sambil dilakukan pemantauan suhu tubuh,
ukuran massa seta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang dan leukosit normal, penderita boleh
pulang dan dilakukan apendektomi 2-3 bulan kemudian agar perdarahan
akibat perlengketan dapat ditekan. Jika pemberian antibiotic tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.
Jika terjadi perforasi maka dilakukan perbaikan keadaan umum dengan
pemasangan infus dan penberian antibiotic untuk kuman gram negative
dan positif, kemudian dilakukan laparatomi apendektomi untuk
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun fibrin.
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Pada apendisitis akut dilakukan appendektomi secepat
mungkin, pemberian antibiotic yang lama dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pemberian antibiotic pada apendisitis akut minimal
2x24jam setelah didiagnosa. Pada abses appendiks dilakukan drainage
(mengeluarkan nanah), apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika, saat dilakukan drainase, apendiks mudah diangkat,
dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.2
H. Pemeriksaan Penunjang
20
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)
didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa
membantu dalam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit
lainnya di daerah rongga panggul.
I. Pencegahan
1. Diet tinggi serat
Diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit
saluran pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan
mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-
sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi
konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
2. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume
feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan
21
waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di kolon.
22
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki 10 tahun datangke IGD dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah sejak 1 hari yanglalu. Sebelumnya, pasien merasakan nyeri kanan
bawah sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri bertambah hebat dan menjalar ke bagian
perut kiri. Riwayat diare (+) 2x sebelum masuk rumah sakit, ampas(+) dan
berwarna kuning, darah (-), lender(-), fluatus(+), mual dan muntah disangkal,
nyeri BAK disangkal.
Hasil pemeriksaan status lokalis didapatkan nyeri perut hebat pada region
kanan bawah, nyeri tekan Mc.burney (+), psoas sign(+), spasme otot perut kanan
bawah, BU(+), pada perkusi didapatkan bunyi pekak pada region kanan bawah.
Pada anamnesis pasien didapatnya nyeri kanan bawah dan diare 2x dalam
sehari, dan selama dirawat pasien mengeluh diare 2-3x/hari. Hal ini diakibatkan
oleh peradangan pada apendiks yang menempel atau dekat di area rectum
sehingga memberi rangsangan pengosongan sigmoid atau rectum, hal ini
menyebabkan peristaltic meningkat sehingga pengosongan rectum lebih cepat dan
berulang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan radang apendisitis terletak di retrosekal
sehingga menimbulkan nyeri psoas sign dan Mc.burney. Terdapat massa
periapendikulan pada region kanan bawah sehingga ketika dilakukan perkusi
didapatkan bunyi pekak disebabkan oleh adanya pembentukan walling off akibat
tertutupnya apendiks yang meradang oleh omentum dan usus halus.
23
Diagnosis ditegakkan didasarkan anamnesis dan pemeriksaan status lokalis.
Pemeriksaan status lokalis untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap abses
periapendikular, tumor sekum, tumor apendiks dan limfadenitis.
Abses apendikular adalah terdapat massa berisi pus (nanah) pada region
kanan bawah, dengan gejala klinis demam tinggi dan nadimeningkat, peningatan
leukosit, dan massa yang semakin membesar setra adanya fluktuasi pada massa.
Tumor sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel yang tidak terkendali, gejalanya antara lain nyeri perut, mual, muntah,
obstipasi, dan sering merasa kenyang. Tumor apendiks dibagi menjadi
adenokarsinoma dan karsinoid apendiks. Adenokarsinoma apendiks merupakan
tumor ganas pada apendiks dan dapat bermetastase ke limfanodi regional.
Karsinoid apendiks rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Limfadenitis merupakan kondisi medis yang ditandai
dengan kelejar getah bening yang keras, membengkak dan nyeri, biasanya di
daerah leher, ketiak dan lipat paha serta dapat mengecil dengan pemberian
antibiotic.
Pada pasien ini diagnosis appendicitis infiltrate fixed karena pada region
kanan bawah terdapat nyeri, teraba seperti masa periapendikular yang terfiksir
pada area tersebut, pekak, dan adanya spasme otot, demam, dan diare 2-3/hari.
Pasien mendapatkan terapi cairan RL 20tpm, infus paracetamol, injeksi
ketorolac, injeksi metronidazole, infus cefotaxim dan terapi operatif berupa
24
appendiktomi. Apendiktomi dilakukan untuk mencegah terjadinya perforasi akibat
pecahnya massa periapendikular sehingga menyebabkan peritonitis purulenta.
25
Daftar Pustaka1. Mansjoer A.ddk (Eds).2001. Kapita Selekta Kedoteran. Edisi 3.
Volume 1. Media Aesculapius: Jakarta
2. SjamsuhidayatR, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2.
Jakarta : EGC, 2004.
3. David C. Sabiston. Buku Ajar Ilmu Bedah.
https://books.google.co.id/books?id=qgdPlhd-
lc0C&pg=PA499&lpg=PA499&dq=perbedaan+apendisitis+dan+div
ertikulitis&source=bl&ots=YKUgVwriEE&sig=jLh3di4fImqaP2-
ooID_cXTH2Lg&hl=en&sa=X&ei=QNaJVfG0BImLuwTcv4XwCQ&r
edir_esc=y#v=onepage&q=perbedaan%20apendisitis%20dan
%20divertikulitis&f=false
4. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-
Talc Issue 3. Available from:
http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/health
%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm
5. Appendectomy. [Internet] [cited April 2011] Available from:
http://en.wikipedia.org/wiki/Appendectomy
26